ABSTRAK
Judul: “Pengelolaan Sampah dengan
activated carbon dan Bioarang di Pondok Pesantren Al-Qur’an AS-Salafiyah Kebon
IX Muara Jambi”
Latar belakang masalah Pondok Pesantren
Al-Qur’an Salafiyah berada di daerah Kebun IX Kecamatan Sungai Gelam Kabupaten
Muara Jambi adalah daerah dengan penduduk yang bermata pencaharian berkebun
sawit, kelapa dan pedagang. STAI Ma’arif Kota Jambi sebagai Institusi
Pendidikan Tinggi yang menerapkan Tri Dharma Perguruan Tinggi, menjadi tanggung
jawab yang besar untuk melakukan penelitian sebagai bentuk pengabdian kepada
masyarakat diantaranya menggerakkan Pondok Pesantren agar produktif. Proposal
Pengabdian masyarakat ini mengembangkan dan mempraktekkan hasil penelitian yang
sudah dilakukan, dijelaskan oleh Dr. Vipin Kumar Saini tentang Nanoporus
Materials. Membuat Activated Carbon (Nanoporus) dengan sabuk-sabuk kelapa tanpa
harus membeli di Toko dengan harga mahal yang fungsinya untuk menyerap bakteri
kotoran dalam air.
Tujuan Penelitian untuk membentuk
COMMUNITY ENGAGEMENT yang berkelanjutan dan bermanfaat bagi masyarakat Kebun IX
Kecamatan Sungai Gelam Kabupaten Muara Jambi dan mengetahui mengapa masyarakat
Kebun IX Kecamatan Sungai Gelam Muara Jambi mengalami masalah dengan sampah rumah
tangga, sumber energi bahan bakar untuk memasak dan penyediaan air bersih dan mengetahui
bagaimana penerapan waste management dengan avtivated carbon (nano porus) sebagai penyerap bakteri
kotoran dalam air, pembuatan sumber energi alternatif dari bioarang dan kompos
untuk penyuburan tanaman.
Penelitian ini menggunakan metode
penelitian kualitatif deskriptif yaitu menggambarkan peristiwa yang terjadi di
Pondok Pesantren Al-Qur’an Salafiyah daerah Kebun IX Kecamatan Sungai Gelam
Kabupaten Muara Jambi. Sumber data primer dan sekunder yaitu dari pimpinan
pondok pesantren, guru, santri dan masyarakat sekitar serta dokumentasi yang
ada. Teknik pengumpulan data menggunakan observasi, wawancara dan dokumentasi.
Teknik keabsahan data menggunakan triangulasi data.
Kata Kunci: Pengelolaan
Sampah, Activated Carbon dan Activated Carbon.
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah
Sampah
adalah bahan yang tidak mempunyai nilai atau tidak berharga untuk maksud biasa
atau utama dalam pembikinan atau pemakaian barang rusak atau bercacat dalam
pembikinan manufktur atau materi berkelebihan atau ditolak atau buangan
(Kementerian Lingkungan Hidup, 2005). Dalam Undang-Undang No.18 tentang
Pengelolaan Sampah dinyatakan definisi sampah sebagai sisa kegiatan sehari-hari
manusia dan/atau dari proses alam yang berbentuk padat.
Sampah
pada dasarnya merupakan suatu bahan yang terbuang atau di buang dari suatu
sumber hasil aktivitas manusia maupun proses-proses alam yang tidak mempunyai
nilai ekonomi, bahkan dapat mempunyai nilai ekonomi yang negatif karena dalam
penanganannya baik untuk membuang atau membersihkannya memerlukan biaya yang
cukup besar.
Sampah
adalah sesuatu yang tidak berguna lagi, dibuang oleh pemiliknya atau pemakai
semula (Tandjung, 1982 dalam Suprihatin, 1999). Pemerintah bertanggung jawab
dalam pengumpulan ulang dan penbuangan sampah dari pemukiman secara memadai.
Namun karena terdapat hal lain yang harus diprioritaskan dalam pembangunan di
daerah serta kurangnya dana penunjang untuk operasionalisasi pengelolaan
persampahan, menjadikan pada beberapa daerah kegiatan pengelolaan sampah ini
tidak seperti yang diharapkan.
Hal
ini makin diperkuat dengan belum diterapkannya prinsip bahwa yang memproduksi
barang harus mengelola sampah dari barang tesebut. Beberapa kondisi umum yang
terjadi dalam pelaksanaan pengelolaan sampah perkotaan selama ini, di mana
sampah rumah tangga oleh masyarakat dikumpulkan dan dibuang ke sebuah tempat
pembuangan atau kontainer yang disediakan oleh pemerintah. Dari sini sampah
diangkut oleh truk ke landfill yang umumnya kurang terkontrol, dimana para
pemulung mencari barang-barang yang dapat didaur ulang.
Pengelolaan
Sampah adalah kegiatan yang sistematis dan berkesinambungan yang meliputi
pengurangan dan penanganan sampah (Kementrian Lingkungan Hidup, 2007). Sampah
adalah suatu bahan yang terbuang atau dibuang dari sumber hasil aktivitas
manusia maupun proses alam yang belum memiliki nilai ekonomis (Suprihatin,
1999). Sementara itu Radyastuti, 1996 (dalam Suprihatin, 1999) menyatakan bahwa
Sampah adalah sumberdaya yang tidak siap pakai.
Keberadaan
sampah dalam jumlah yang banyak jika tidak dikelola secara baik dan benar, maka
akan menimbulkan gangguan dan dampak terhadap lingkungan, baik dampak terhadap
komponen fisik kimia (kualitas air dan udara), biologi, sosial ekonomi, budaya
dan kesehatan lingkungan. Dampak operasional TPA terhadap lingkungan akan memicu
terjadinya konflik sosial antar komponen masyarakat.Pada tahap pembuangan
akhir/pengolahan, sampah akan mengalami pemrosesan baik secara fisik, kimia
maupun biologis sedemikian hingga tuntas penyelesaian seluruh proses.
Sidik
et al (1985) mengemukaan bahwa dua proses pembuangan akhir, yakni: open
dumping (penimbunan secara terbuka) dan sanitary landfill (pembuangan
secara sehat). Pada sistem open dumping, sampah ditimbun di areal
tertentu tanpa membutuhkan tanah penutup, sedangkan pada cara sanitary landfill,
sampah ditimbun secara berselang-seling antara lapisan sampah dan lapisan tanah
sebagai penutup. Dalam Draf Naskah Akademis Rancangan Undang-Undang Pengelolaan
Sampah oleh Japan International Cooperation Agency (JICA) disebut bahwa
proses sanitary landfill (pembuangan secara sehat) adalah pembuangan
sampah yang didesain, dibangun, dioperasikan dan dipelihara dengan cara
menggunakan pengendalian teknis terhadap potensi dampak lingkungan yang timbul
dari pengembangan dan operasional fasilitas pengelolaan sampah (JICA 2005).
Metode
sanitary landfill ini merupakan salah satu metoda pengolahan sampah
terkontrol dengan sistem sanitasi yang baik. Sampah dibuang ke TPA (Tempat
Pembuanagan Akhir). Kemudian sampah dipadatkan dengan traktor dan selanjutnya
di tutup tanah. Cara ini akan menghilangkan polusi udara. Pada bagian dasar
tempat tersebut dilengkapi sistem saluran leachate yang berfungsi sebagai
saluran limbah cair sampah atau ke lingkungan. Pada metode sanitary landfill
tersebut juga dipasang pipa gas untuk mengalirkan gas hasil aktivitas
penguraian sampah.
Defenisi
manajemen untuk pengelolaan sampah di negara-negara maju diungkapkan oleh
Tchobanoglous dalam Ananta (1989:7), Merupakan gabungan dari kegiatan
pengontrolan jumlah sampah yang dihasilkan, pengumpulan, pemindahan,
pengangkutan, pengolahan dan penimbunan sampah di TPA yang memenuhi prinsip
kesehatan, ekonomi, teknik, konservasi dan mempertimbangan lingkungan yang juga
responsif terhadap kondisi masyarakat yang ada.
Dalam
kenyataannya, pengelolaan pengolahan sampah dalam kehidupan sehari-hari tidak
seperti yang kita bayangkan. Sampah banyak dijumpai dimana-mana tanpa adanya
pengelolaan yang baik. Pengelolaan yang buruk mengakibatkan pencemaran baik
pencemaran udara, air di dalam dan atas permukaan, tanah, serta munculnya
berbagai macam penyakit yang mengancam kesehatan masyarakat. Sampah sering
menjadi barang tidak berarti bagi manusia, sehingga menyebabkan sikap acuh tak
acuh terhadap keberadaan sampah. Orang sering membuang sampah sembarangan,
seolah-olah mereka tidak memiliki salah apapun. Padahal membuang sampah
merupakan perbuatan tidak menunjukkan kepedulian terhadap lingkungan.
Pengelolaan
sampah dengan activated carbon (porus
materials), bioarang dan kompos bukanlah suatu yang baru, tetapi jarang
dilakukan oleh setiap rumah tangga yang mana setiap harinya mengeluarkan sampah
sebanyak 2 Kg/ hari atau bahkan lebih. Tidak hanya sampah rumah tangga yang
menjadi permasalahan tetapi sampah dari rumah makan, perkantoran, sekolah,
kampus, perusahaan dan lain sebagainya. Berapa ton sampah/ hari untuk tingkat
wilayah pedesaan menjadi problem yang besar apabila tidak ditangani secara baik
dan benar.
Kebun
IX Kecamatan Sungai Gelam Kabupaten Muara Jambi adalah daerah dengan penduduk
yang bermata pencaharian berkebun sawit, kelapa dan pedagang. STAI Ma’arif Kota
Jambi sebagai Institusi Pendidikan Tinggi yang berdasarkan Tri Dharma Perguruan
Tinggi, menjadi tanggung jawab yang besar bagi civitas akademika STAI Ma’arif
untuk menerapkan waste management dengan activated carbon (porus materials), bioarang dan kompos melalui pembinaan
kelompok-kelompok rumah tangga di Desa Parit dan Kebun IX, memberikan
pencerahan melalui sosialisasi dan praktek langsung di tengah masyarakat
tentang pentingnya pengelolaan samapah dengan baik.
Bila
dibandingkan secara umum Kota Jambi Produksi sampah di Kota Jambi berasal dari
berbagi sumber mencapai 200 sampai 300 ton perhari. Saat ini TPA Talang Gulo
tak lagi mampu menampung sampah kiriman dari berbagai Kota Jambi ini. Pemerintah
Kota Jambi diminta agar menambah TPA yang baru. Banyaknya jenis macam sampah di
Kota Jambi yang berasal dari bedengan, pabrik, industri dan juga sampah
dari pedagang perumahan, warga masyarakat. Jumlahnya yang tidak sedikit
membutuhkan tempat penampungan yang memadai. Lebih parahya lagi ada sebagian
masyarakat yang membuang sampah dengan seenaknya saja. Tanpa disadari itu
akan menyebabkan masalah dan mendatangkan berbagi macam penyakit serta
mencemari lingkungan.
Tingginya
penumpukan sampah membuat sebagian besar warga membuang sampah ke sungai dan
got. Kondisi demikian membuat sebagian besar wilayah pusat Kota Jambi sering
dilanda banjir. Untuk mengatasi kekurangan armada pengangkutan sampah, pihaknya
menambah belasan gerobak motor, yang sering dioperasikan hingga larut malam.
Gerobak ini untuk mengatasi penumpukan sampah di permukiman warga yang hanya
bisa dilalui kendaraan kecil.
Desa
Parit dan Kebun IX Kecamatan Sungai Gelam Kabupaten Muara Jambi daerah yang
susah air bersih, jangankan untuk air bersih mendapatkan galian sumur untuk
keperluan air juga susah karena banyak juga air yang sudah terkontaminasi
dengan sampah-sampah dan limbah masyarakat yang ada. Masyarakat Desa Prit dan
Kebun IX Kecamatan Sungai Gelam Kabupaten Muara Jambi Kebanyakan membeli air
minum galon setiap harinya untuk keperluan minum dan memasak, karena air galian
sumur terkadang kurang baik digunakan. Pembelian air minum galon pastinya
menambah beban ekonomi bagi setiap rumah tangga dengan pendapatan/ bulan yang
dapat dikategorikan ekonomi menengah ke bawah.
Untuk
itu perlunya pengetahuan dan praktek bagaimana caranya membuat activated carbon
yang berfungsi untuk menyerap bakteri/ kotoran dalam air sehingga bisa
digunakan untuk air minum. Mengelola sampah pekarangan rumah tangga untuk
membuat bioarang sebagai salah satu alternatif sumber energi. Tidak hanya
bioarang sampah dari pepohonan seperti daun, ranting pohon bisa juga digunakan
untuk pupuk kompos, sangat penting untuk penyuburan tanah, apalagi masyarakat
Desa Prit dan Kebun IX Kecamatan Sungai Gelam Kabupaten Muara Jambi mayoritas
berkebun. Sehingga penelitian ini sangat penting untuk dilakukan “Pengelolaan
Sampah dengan activated carbon dan Bioarang di Pondok Pesantren Al-Qur’an
AS-Salafiyah Kebon IX Muara Jambi.”
B.
Permasalahan
1. Mengapa
masyarakat Desa Parit dan Kebun IX Kecamatan Sungai Gelam Kabupaten Muara Jambi
mengalami masalah dengan sampah rumah tangga, sumber energi bahan bakar untuk
memasak dan penyediaan air bersih.
2. Bagaimana
penerapan waste management dengan avtivated carbon (nano porus) sebagai
penyerap bakteri kotoran dalam air, pembuatan sumber energi alternatif dari
bioarang dan kompos untuk penyuburan tanaman.
C.
Tujuan
dan Manfaat Action Plan
1. Untuk
membentuk COMMUNITY ENGAGEMENT yang berkelanjutan dan bermanfaat bagi
masyarakat Kebun IX Kecamatan Sungai Gelam Kabupaten Muara Jambi.
2. Untuk
mengetahui mengapa masyarakat Kebun IX Kecamatan Sungai Gelam Kabupaten Muara
Jambi mengalami masalah dengan sampah rumah tangga, sumber energi bahan bakar
untuk memasak dan penyediaan air bersih.
3. Untuk
mengetahui bagaimana penerapan waste management dengan avtivated carbon (nano
porus) sebagai penyerap bakteri kotoran dalam air, pembuatan sumber energi
alternatif dari bioarang dan kompos untuk penyuburan tanaman.
D.
Kajian
Terdahulu
1. Penjelasan
Hasil Penelitian yang sudah dilakukan, dijelaskan oleh Dr. Vipin Kumar Saini tentang
Nanoporus Materials. Membuat Activated Carbon (Nanoporus) dengan sabuk-sabuk
kelapa tanpa harus membeli di Toko dengan harga mahal yang fungsinya untuk
menyerap bakteri kotoran dalam air. Selain activated carbon, drum bekas sebagai
alat pemasak bisa juga memasak kotoran dari pepohonan seperti ranting pohon,
tempurung dapat juga digunakan untuk bioarang. Kotoran pepohonan seperti
dedaunan, rerumputan yang dikumpul kemudian disiram setiap hari dengan air bisa
menjakdi pupuk kompos sederhana dan murah.
2. Penelitian
dari Dwina Archenita, Jajang Atmaja,
Hartati Jurusan Teknik Sipil
Politeknik Negeri Padang Kampus Limau Manis Padang dengan judul Pengelolaan
Limbah Daun Kering sebagai Briket untuk Alternatif Pengganti Bahan Bakar Minyak
2010. Hasil Penenlitian Hasil uji coba yang telah dilakukan mendapatkan suatu
bahan bakar alternatif yaitu briket bioarang. Briket bioarang adalah
gumpalan-gumpalan atau batangan-batangan yang terbuat dari bioarang (bahan
lunak). Bioarang merupakan arang (salah satu jenis bahan bakar) yang dibuat
dari aneka macam hayati atau biomassa, misalnya kayu, ranting, daun-daunan,
rumput, jerami, kertas, ataupun limbah pertanian lainnya yang dapat
dikarbonisasi. Bioarang ini dapat digunakan melalui proses pengolahan, salah
satunya menjadi briket bioarang. Bioarang sebenarnya termasuk bahan lunak yang
dengan proses tertentu diolah menjadi bahan arang keras dengan bentuk tertentu.
Kualitas bioarang ini tidak kalah dari bahan bakar jenis arang lainnya.
Pembuatan briket dari limbah pertanian dapat dilakukan dengan menambah bahan
perekat, dimana bahan baku diarangkan terlebih dahulu kemudian ditumbuk,
dicampur perekat, dicetak dengan sistim hidrolik maupun manual dan selanjutnya
dikeringkan. Pembuatan briket ini telah pernah diujicobakan pada masyarakat di
daerah Jorong Kubang Pipik Kenagarian Koto Tinggi Kecamatan Baso Kabupaten Agam
dan daerah Air Paku Kelurahan Sungai Sapih Kota Padang. Dari hasil kegiatan ini
masyarakat terlihat sangat antusias sekali untuk mencoba membuatnya dan setelah
diuji, briket tersebut berhasil dapat dibakar dan mutunya cukup baik.
3. Penelitian
dari Roni M. Naatonis dengan Judul Sistem Pengelolaan Sampah Berbasis
Masyarakat di Kampung Nelayan Oesapa Kupang Program Pascasarjana Magister
Teknik Pembangunan Wilayah dan Kota Universitas Diponegoro Semarang 2010. Berdasarkan
hasil penelitian yang
dilakukan dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi keinginan
masyarakat kampung nelayan terhadap sistem
pengelolaan sampah berbasis masyarakat dalam pelaksanaan teknik
operasional pengelolaan sampah adanya
kerjasama dari masyarakat kampung nelayan dalam
pelaksanaan kegiatan kebersihan lingkungan terutama lingkungan rumah
tangga sendiri yang terdiri dari: pelayanan pewadahan sampah individu,
pengumpulan sampah, pemindahan sampah,
dan pengangkutan sampah yang dilakukan oleh masyarakat kampung nelayan sendiri
ke TPS. Keinginan masyarakat dalam pelaksanaan pengelolaan sampah oleh karena
adanya inisiatif atas kesadaran sendiri dengan dorongan hati nurani sendiri dan
sosialisasi yang tinggi diantara sesama anggota masyarakat, sehingga keinginan
mereka merupakan perwujudan kebersamaan yang merupakan kondisi sosial budaya
masyarakat. Pada subsistem pewadahan, sebagian besar masyarakat kampung nelayan
(26,92%) sudah mempunyai pewadahan, namun belum memisahkan sampah menurut
jenisnya. Sedangkan sistem pengumpulan yang dilakukan petugas kebersihan masih
kurang karena 73,08% masyarakat kampung nelayan menyatakan kurang puas.
Merumuskan kesimpulan dan rekomendasi berupa penyuluhan maupun pelatihan dan
masukan kepada pemerintahKota Kupang tentang penyediaan dan pengelolaan sampah
rumah tangga di Kampung Nelayan.
4. Penelitian
dari Sulistyowati dengan judul Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL)
dalam Pengelolaan Sampah Kota (Studi Akses Masyarakat dalam AMDAL di Lokasi TPA
Ngronggo Salatiga) Program Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Surakarta
2006. Penelitian
ini dilakukan dengan menggunakan pendek atan deskriptif kualitatif, yang dilakukan di lokasi TPA sampah Ngronggo
di Kelurahan Kumpulrejo Kota Salatiga,
dengan ruang lingkup masalah dampak lingkungan hidup, terutama yang berkaitan dengan aspek dampak lingkungan
bidang sosial budaya. Variabel penelitian meliputi aspek sosial pengelolaan
TPA, AMDAL, tanggapan dan peran serta masyarakat yang dianalisis dari aspek
sosial dan hukum. Kegiatan pengelolaan sampah di TPA Ngronggo semula
menggunakan sistem open dumping, kemudian setelah dilakukan studi AMDAL
sebagaimana dipersyaratkan dalam Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup
Nomor 17 Tahun 2001 menggunakan sistem sanitary landfill, walaupun penerapannya
belum sempurna. Peran serta masyarakat sehubungan dengan AMDAL kegiatan TPA
Ngronggo terlihat pada kesempatan usaha di TPA. Pemerintah Kota Salatiga secara
umum telah memberikan perlindungan hukum terhadap masyarakat sekitar TPA
Ngronggo baik pada bidang hukum kesehatan lingkungan, perlindungan lingkungan,
dan agraria.
BAB
II
LANDASAN
TEORI
A.
Landasan
Teori
1.
Waste
Management (Pengelolaan Sampah)
Sampah
merupakan hal yang tak asing bagi semua orang. Baik secara sadar ataupun tidak
sadar setiap hari kita menghasilkan berbagai macam jenis sampah. Sampah rumah
tangga adalah salah satu jenis sampah yang paling banyak dihasilkan oleh setiap
orang. Sampah seharusnya dimanfaatkan, diolah dikelola sesuai dengan prosedur
3R atau Reduce (mengurangi penggunaan barang yang menghasilkan sampah), Reuse
(menggunakan kembali barang yang biasa dibuang), dan Recycle (mendaur ulang
sampah).
Sampah
menurut asal zat yang dikandungnya, secara garis besar sampah dibagi menjadi 2
kelompok yaitu sampah organik dan sampah anorganik. Sampah organik adalah
sampah yang berasal dari makhluk hidup, misalnya plastik, kertas, kaca, kaleng,
dan besi. Sampah anorganik banyak yang sulit hancur dan sulit diolah. Untuk
mengolah sampah ini memerlukan biaya dan teknologi tinggi. Kedua, dilihat dari
sumbernya; sampah ini bisa dibedakan menjadi tiga macam, yakni sampah rumah
tangga adalah sampah yang dihasilkan dari rumah tangga, sampah industri,
meliputi buangan hasil proses indutri, dan sampah makhluk hidup adalah jenis
benda buangan dari makhluk hidup. Sampah anorganik yang terbagi menjadi sampah
rumah tangga, sampah industri, dan sampah makhluk hidup. Intensitas
pencemarannya sangat tinggi dan selanjutnya menimbulkan kerugian untuk
masyarakat, sampah rumah tangga misalnya setiap hari kita diposisikan sebagai
produsen sampah yang senantiasa memproduksi sampah terus-menerus.
Manajemen
untuk pengelolaan sampah di negara-negara maju diungkapkan oleh Tchobanoglous
dalam Ananta (1989:7), Merupakan gabungan dari kegiatan pengontrolan jumlah sampah
yang dihasilkan, pengumpulan, pemindahan, pengangkutan, pengolahan dan
penimbunan sampah di TPA yang memenuhi prinsip kesehatan, ekonomi, teknik,
konservasi dan mempertimbangan lingkungan yang juga responsif terhadap kondisi
masyarakat yang ada.
Pengertian
manajemen yang paling sederhana adalah seni memperoleh hasil melalui berbagai
kegiatan yang dilakukan oleh orang lain. Menurut John D Millet, manajemen ialah
suatu proses pengarahan dan pemberian fasilitas kerja kepada orang-orang yang
telah diorganisasi dalam kelompok-kelompok formal yang mencapai tujuan yang
diharapkan. James F. Stoner berpendapat bahwa manajemen merupakan proses
perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengawasan para anggota dan
sumber daya lainnya untuk mencapai tujuan organisasi yang telah
ditetapkan. Menurut George R. Terry
bahwa manajemen adalah pencapaian tujuan yang ditetapkan terlebih dahulu dengan
mempergunakan atau mempekerjakan orang lain.
Dari
beberapa definisi tersebut bisa dipetakan kepada tiga hal, yaitu; Pertama,
manajemen sebagai ilmu pengetahuan bahwa manajemen memerlukan ilmu pengetahuan.
Kedua, manajemen sebagai seni dimana menajer harus memiliki seni atau
keterampilan memanej. Ketiga, manajemen sebagai profesi, bahwa manajer yang
profesiaonal yang bisa memanej secara efektif dan efesien.
Menurut S. Mahmud Al-Hawary
manajemen (Al-Idarah) ialah
mengetahui kemana yang dituju, kesukaran apa yang harus dihindari,
kekuatan-kekuatan apa yang dijalankan dan bagaimana mengemudikan kapal anda
serta anggota dengan sebaik-baiknya tanpa pemborosan waktu dalam proses
mengerjakannya. Pertama (التخطيط) atau planning yaitu perencanaan atau gambaran
dari sesuatu kegiatan yang akan dilaksanakan dan dengan mengunakan metode
tertentu. Sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW yang artinya: “Sesungguhnya Allah
sangat mencintai orang yang jika melakukan sesuatu pekerjaan, dilakukan secara
itqan (tepat, tearah, jelas dan tuntas. (HR. Thabrani).” Dalam Al-Qur’an Allah
SWT berfirman: Artinya: Maka apabila kamu telah selesai (dari suatu urusan)
kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain. Dan hanya kepada Tuhanlah
hendaknya kamu berharap. (Q.S: Al-Insyirah; 7-8).
Setiap apa yang diperbuat oleh
manusia maka ia harus mempertanggung jawabkannya. Agama mengajarkan umatnya
untuk membuat perencanaan yang matang dan itqan,
karena setiap pekerjaan akan menimbulkan sebab akibat. Adanya perencanaan yang
baik akan menimbulkan hasil yang baik juga sehingga akan disenangi oleh Allah.
Tentunya penilaian yang paling utama hanya penilaian yang datangnya dari Allah
SWT. Kedua, (التنظيم) atau organization merupakan wadah tetang fungsi
setiap orang, hubungan kerja baik secara vertikal atau horizontal. Dalam Qur’an
Surat Ali Imran ayat 103, Allah berfirman:
Artinya:
Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah dan janganlah kamu
bercerai berai dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa
Jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah
kamu karena nikmat Allah, orang-orang yang bersaudara; dan kamu telah berada di
tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari padanya. Demikianlah
Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk.
Ayat di atas menunjukkan bahwa
organisasi merupakan kumpulan orang-orang yang bisa diorganisir dengan baik.
Maka hendaknya bersatu-padulah dalam bekerja dan memegang komitmen untuk
menggapai cita-cita dalam satu payung organisasi dimaksud. Allah berfirman
dalam Qur’an Surat Al-Baqarah. 286:
Artinya:
Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. ia
mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari
kejahatan) yang dikerjakannya. (mereka berdoa): "Ya Tuhan Kami, janganlah
Engkau hukum Kami jika Kami lupa atau Kami tersalah. Ya Tuhan Kami, janganlah
Engkau bebankan kepada Kami beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada
orang-orang sebelum kami. Ya Tuhan Kami, janganlah Engkau pikulkan kepada Kami
apa yang tak sanggup Kami memikulnya. beri ma'aflah kami; ampunilah kami; dan
rahmatilah kami. Engkaulah penolong Kami, Maka tolonglah Kami terhadap kaum
yang kafir."
Kerja yang
dilakukan harus disesuaikan dengan kemampuan yang dimiliki olah masing-masing
individu. Menyatukan langkah yang berbeda-beda tersebut perlu ketelatenan
mengorganisir sehingga bisa berkompetitif dalam berkarya. Di samping ayat di
atas, Sayyidina Ali bin Abi Thalib membuat statement
yang terkenal yaitu (الØÙ‚ بلا نظام يغلبه الباطل بنظام)
Artinya: Kebenaran yang tidak terorganisasi dengan rapi, dapat dikalahkan oleh
kebatilan yang diorganisasi dengan baik.
Statement Sayyidina
Ali merupakan pernyataan yang realistis untuk dijadikan rujukan umat Islam.
Hancurnya suatu institusi yang terjadi saat ini karena belum berjalanannya
ranah organisasi dengan menggunakan manajemen yang benar secara maksimal.
Ketiga, (التنسيق) atau coordination, upaya untuk mencapai hasil
yang baik dengan seimbang, termasuk di antara langkah-langkah bersama untuk
mengaplikasikan planning dengan
mengharapkan tujuan yang diharapkan, sebagaimana firman Allah SWT dalam Qur’an
Surat Al-Baqarah. 208:
Artinya:
Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan, dan
janganlah kamu turut langkah-langkah
syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu.
Apabila
manusia ingin mendapat predikat iman maka secara totalitas harus melebur dengan
peraturan Islam. Iman bila diumpamakan dengan manusia yang ideal dan Islam
sebagai planning dan aturan-aturan
yang mengikat bagi manusia, maka tercapainya tujuan yang mulia, memerlukan
adanya kordinasi yang baik dan efektif sehingga akan mencapai kepada tujuan
ideal. Cobaan dan kendala merupakan keniscayaan, namun dengan manusia tenggelam
dalam lautan Islam (kedamaian, kerjasama dan hal-hal baik lainnya) akan
terlepas dari kendala-kendala yang siap mengancam.
Keempat, (الرقابة)
atau controling, pengamatan dan
penelitian terhadap jalannya planning.
Dalam pandangan Islam menjadi syarat mutlak bagi pimpinan untuk lebih baik dari
anggotanya, sehingga kontrol yang ia lakukan akan efektif. Allah SWT berfirman
Qur’an Surat Ash-Shoff: 1 dan Qur’an Surat At-Tahrim: 6:
Artinya:
Wahai orang-orang yang beriman, kenapakah kamu mengatakan sesuatu yang tidak
kamu kerjakan? (Surat Ash-Shoff: 1).
Artinya:
Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka
yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang
kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya
kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan. (Qur’an Surat At-Tahrim: 6).
Menurut
Peraturan Pemerintah Nomor 81 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Sampah Rumah
Tangga dan Sampah Sejenis Rumah Tangga, yang dimaksud dengan sampah rumah
tangga adalah sampah yang berasal dari kegiatan sehari-hari dalam rumah tangga
yang tidak termasuk tinja dan sampah spesifik. Sampah rumah tangga pertama-tama dapat dikelola dengan
cara dipilah. Pemilahan yang dimaksud adalah kegiatan mengelompokkan sampah
menjadi sedikitnya lima jenis sampah yang terdiri atas: a) sampah yang
mengandung bahan berbahaya; b) sampah yang mudah terurai; c) sampah yang dapat
digunakan kembali; d) sampah yang dapat didaur ulang; dan 5) sampah lainnya.
Peraturan Pemerintah Nomor 81 Tahun 2012 ini diharapkan dapat mewujudkan
pengelolaan sampah yang berwawasan lingkungan. Pengelolaan sampah rumah tangga
diharapkan bertumpu pada penerapan 3R dalam rangka penghematan sumber daya alam,
penghematan energi, pengembangan energi alternatif dari
pengolahan sampah,
perlindungan lingkungan, dan pengendalian pencemaran.
Sampah yang sering dihasilkan oleh rumah tangga berupa
sampah sisa makanan, sampah kertas, sampah botol bekas, sampah kemasan, dan
sampah plastik. Berdasarkan sifatnya, sampah sisa makanan dan sampah kertas
dapat digolongkan menjadi sampah organik karena sampah-sampah tersebut dapat
terdegradasi secara alami dalam waktu yang relatif singkat. Sedangkan sampah
seperti botol bekas, kemasan, dan plastik adalah sampah yang sulit terurai
secara alami sehingga membutuhkan waktu yang sangat lama untuk dapat
didegradasi.
Menurut Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang
Pengelolaan Sampah (UUPS), yang dimaksud dengan sampah adalah adalah sisa
kegiatan sehari-hari manusia dan/atau proses alam yang berbentuk padat. Sampah
yang merupakan sisa dari kegiatan manusia harus dikelola agar tidak menimbulkan
pencemaran lingkungan dan gangguan kesehatan. Pengelolaan sampah adalah
kegiatan yang sistematis, menyeluruh, dan berkesinambungan yang meliputi
pengurangan dan penanganan sampah.
Pengurangan sampah yang dimaksud dalam UUPS meliputi
kegiatan pembatasan timbulan sampah, pendauran ulang sampah, dan pemanfaatan
kembali sampah. Untuk dapat mewujudkan kegiatan-kegiatan ini, masyarakat dan
para pelaku usaha dalam melaksanakan kegiatannya diharapkan dapat menggunakan
bahan yang menimbulkan sampah sedikit mungkin, dapat digunakan kembali, dapat
didaur ulang, dan mudah diurai oleh proses alam. Penanganan sampah yang
dimaksud dalam UUPS adalah kegiatan yang diawali dengan pemilahan dalam bentuk
pengelompokkan dan pemisahan sampah sesuai dengan jenis, jumlah, dan sifat
sampah. Langkah selanjutnya adalah pengumpulan dan pemindahan sampah dari
sumber sampah ke tempat penampungan sementara, dan pengangkutan sampah dari
tempat penampungan sampah sementara menuju ke tempat pemrosesan akhir. Kemudian
sampah yang telah terkumpul di tempat pemrosesan akhir dikelola dengan cara
mengubah karakteristik, komposisi, dan jumlah sampah dan/atau diproses untuk
mengembalikan hasil pengolahan sebelumnya ke media lingkungan secara aman.
Secara umum pengelolaan sampah di perkotaan dilakukan
melalui 3 tahapan kegiatan, yakni pengumpulan, pengangkutan dan pembuangan
akhir. Aboejoewono (1985) dalam
Alfiandra (2009) menggambarkan secara sederhana tahapan-tahapan dari proses
kegiatan dalam pengelolaan sampah sebagai ialah (a) pengumpulan, diartikan
sebagai pengelolaan sampah dari tempat asalnya sampai ke tempat pembuangan
sementara sebelum menuju tahapan berikutnya. Pada tahapan ini digunakan sarana
bantuan berupa tong sampah, bak sampah, peti kemas sampah, gerobak dorong, atau
tempat pembuangan sementara. Untuk melakukan pengumpulan, umumnya melibatkan
sejumlah tenaga yang mengumpulkan sampah setiap periode waktu tertentu; (b)
pengangkutan, yaitu mengangkut sampah dengan menggunakan sarana bantuan berupa
alat transportasi tertentu ke tempat pembuangan akhir/pengolahan. Pada tahapan
ini juga melibatkan tenaga yang pada periode waktu tertentu mengangkut sampah
dari tempat pembuangan sementara ke tempat pembuangan akhir (TPA); (c)
pembuangan akhir, di mana sampah akan mengalami pemrosesan baik secara fisik,
kimia maupun biologis hingga tuntas penyelesaian seluruh proses.
Menurt Yolarita (2011), paradigma baru dalam
pengelolaan sampah lebih menekankan pada pengurangan sampah dari sumber untuk
mengurangi jumlah timbulan sampah serta mengurangi dampak negatif yang
ditimbulkan dari sampah. Maka dari itu, prinsip 3R sejalan dengan pengelolaan
sampah yang menitikberatkan pada pengurangan sampah dari sumbernya. Departemen
Pekerjaan Umum (2007) menjelaskan bahwa prinsip 3R dapat diuraikan sebagai
berikut.
a.
Prinsip pertama adalah reduce atau reduksi sampah, yaitu upaya untuk mengurangi timbulan
sampah di lingkungan sumber dan bahkan dapat dilakukan sejak sebelum sampah
dihasilkan. Setiap sumber dapat melakukan upaya reduksi sampah dengan cara
mengubah pola hidup konsumtif, yaitu perubahan kebiasaan dari yang boros dan
menghasilkan banyak sampah menjadi hemat/efisien dan hanya menghasilkan sedikit
sampah.
b.
Prinsip kedua adalah reuse yang berarti menggunakan kembali bahan atau material agar
tidak menjadi sampah (tanpa melalui proses pengolahan), seperti menggunakan
kertas bolak balik, menggunakan kembali botol bekas minuman untuk tempat air,
dan lain-lain. Dengan demikian reuse
akan memperpanjang usia penggunaan barang melalui perawatan dan pemanfaatan
kembali barang secara langsung.
c.
Prinsip ke tiga adalah recycle yang berarti mendaur ulang suatu bahan yang sudah tidak
berguna menjadi bahan lain atau barang yang baru setelah melalui proses
pengolahan. Beberapa sampah dapat didaur ulang secara langsung oleh masyarakat
dengan menggunakan teknologi dan alat yang sederhana, seperti mengolah sisa
kain perca menjadi selimut, kain lap, keset kaki dan sebagainya, atau sampah
dapur yang berupa sisa-sisa makanan untuk dijadikan kompos.
Sistem pengelolaan sampah yang selama ini diterapkan
di Indonesia adalah dikumpulkan, ditampung di Tempat Penampungan Sementara
(TPS) dan akhirnya dibuang ke tempat penampungan akhir (TPA). Pola operasional
konvensional ini dapat menyebabkan terjadinya penumpukan sampah di rumah
tangga, TPS dan TPA. Oleh karena itu, prinsip 3R yang diterapkan langsung mulai
dari sumber sampah menjadi sangat penting karena dapat membantu mempermudah
proses pegelolaan sampah. Pemilahan sampah yang dilakukan sebagai bagian dari
penerapan 3R akan mempermudah teknik pengolahan sampah selanjutnya. Kegiatan
pemilahan sampah memiliki keuntungan yaitu efisiensi sampah menjadi bentuk baru
yang lebih bermanfaat. Keuntungan lain dari kegiatain ini adalah dapat
memangkas biaya petugas dan transportasi pengangkut sampah serta mengurangi
beban TPA dalam menampung sampah (Yolarita 2011).
Dari
beberapa pengertian yang telah dipaparkan di atas, dapat disimpulkan bahwa
pengelolaan sampah merupakan kegiatan bertahap yang pada dasarnya dilakukan
untuk mengolah sampah agar dapat diproses menjadi bentuk lain yang memberikan
manfaat dan tidak berbahaya bagi lingkungan. Pengelolaan sampah yang dimaksud
pada penelitian ini adalah kegiatan pengelolaan sampah yang dilakukan pada
tingkat rumah tangga, berupa pengurangan pemakaian bahan yang sulit terurai,
pemilahan sampah, pemindahan sampah dari sumber sampah ke tempat penampungan
sementara, pemanfaatan kembali sampah, serta kegiatan kebersihan seperti gotong
royong untuk kerja bakti di lingkungan tempat tinggal.
Partisipasi masyarakat adalah keterlibatan masyarakat
dalam menentukan arah, strategi dalam kebijakan kegiatan, memikul beban dalam
pelaksanaan kegiatan, dan memetik hasil dan manfaat kegiatan secara merata.
Partisipasi juga berarti memberi sumbangan dan turut serta menentukan arah atau
tujuan yang akan dicapai, yang lebih ditekankan pada hak dan kewajiban bagi
setiap orang (Tjokroamidjojo 1990 dalam
Manurung 2008). Koentjaraningrat (1991) berpendapat bahwa partisipasi berarti
memberi sumbangan dan turut serta menentukan arah dan tujuan pembangunan, yang
ditekankan bahwa partisipasi adalah hak dan kewajiban bagi setiap masyarakat.
Wibisono
(1989) dalam Alfiandra (2009)
menjelaskan bahwa partisipasi masyarakat sering diartikan sebagai
keikutsertaan, keterlibatan dan kesamaan anggota masyarakat dalam suatu
kegiatan tertentu baik secara langsung maupun tidak langsung, sejak dari
gagasan, perumusan kebijakan, pelaksanaan program dan evaluasi. Partisipasi secara langsung berarti anggota masyarakat
ikut memberikan bantuan tenaga dalam kegiatan yang dilaksanakan, sedangkan
partisipasi tidak langsung dapat berupa sumbangan pemikiran, pendanaan, dan
material yang diperlukan.
Menurut Walgito (1999) dalam Alfiandra (2009), partisipasi masyarakat memiliki hubungan
yang erat antara individu satu dengan individu yang lain atau sebaliknya,
terdapat hubungan yang bersifat timbal balik dan saling mempengaruhi. Hubungan
tersebut terdapat di antara individu dengan individu, individu dengan kelompok
atau kelompok dengan kelompok. Pada umumnya, dapat dikatakan bahwa tanpa
partisipasi masyarakat maka setiap kegiatan pembangunan akan kurang berhasil.
Dalam
konteks pengelolaan sampah, partisipasi masyarakat dapat berupa pemilahan
antara sampah organik dan sampah anorganik dalam proses pewadahan, atau melalui
pembuatan kompos dalam skala keluarga dan mengurangi penggunaan barang yang
tidak mudah terurai (Yolarita 2011). Candra (2012) mengungkapkan bahwa konsep
partisipasi dapat diukur melalui tahap perencanaan, tahap pelaksanaan, dan
tahap pemanfaatan. Bila dikaitkan dengan pengelolaan sampah, maka partisipasi
masyarakat dalam pengelolaan sampah tidak hanya dilihat dari ikut sertanya
masyarakat dalam proses pelaksanaan mengelola sampah, tetapi juga ikut serta
menjadi anggota organisasi yang berkaitan dengan masalah sampah yang berperan
dalam merencanakan sistem pengelolaan sampah yang baik.
Yuliastuti et
al. (2013) menambahkan bahwa partisipasi masyarakat dalam pengelolaan
sampah dapat berupa partisipasi secara tidak langsung. Yang dimaksud dengan
partisipasi tidak langsung ini adalah keterlibatan masyarakat dalam masalah
keuangan, yaitu partisipasi dalam pengelolaan sampah dengan cara melakukan
pembayaran retribusi pelayanan persampahan melalui dinas terkait yang secara
langsung memberikan pelayanan dalam kebersihan. Dalam penelitian Manurung (2008),
salah satu bentuk partisipasi terhadap pengelolaan sampah juga dapat dilihat
dari kesediaan membayar (willingness to
pay) untuk peningkatan fasilitas pengelolaan sampah agar kebersihan dan
kualitas lingkungan tetap terjaga.
Dari
berbagai penjelasan yang telah dipaparkan di atas, dapat disimpulkan bahwa
partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sampah merupakan keterlibatan
masyarakat secara langsung maupun tidak langsung dalam upaya mengelola sampah
menjadi suatu benda lain yang memilki manfaat. Banyak cara yang dapat dilakukan oleh masyarakat untuk
berpartisipasi dalam pengelolaan sampah, baik dalam bentuk sumbangan tenaga,
ide, pikiran, maupun materi. Partisipasi merupakan modal yang penting bagi
program pengelolaan sampah untuk dapat berhasil mengatasi permasalahan mengenai
sampah rumah tangga yang banyak terdapat di lingkungan masyarakat, terutama di
perkotaan. Partisipasi yang dilakukan masyarakat dalam pengelolaan sampah tidak
terlepas dari karakteristik individu maupun pengaruh dari lingkungan eksternal
individu. Terdapat berbagai faktor yang mempengaruhi masyarakat dalam
partisipasinya terhadap pengelolaan sampah, di antaranya sebagai berikut:
a.
Tingkat pendidikan
Tingkat pendidikan masyarakat berhubungan dengan
tingkat partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sampah. Penelitian yang
dilakukan oleh dan Mulyadi et al.
(2010) menunjukkan bahwa tingkat pendidikan sangat berpengaruh terhadap
partisipasi masyarakat dalam mengelola sampah. Semakin tinggi pengetahuan yang
dimiliki oleh masyarakat mengenai pengelolaan sampah, maka akan semakin tinggi
tingkat partisipasi masyarakat karena masyarakat semakin sadar akan pentingnya
kebersihan lingkungan di tempat mereka tinggal.
b.
Pengetahuan
Pengetahuan yang dimiliki masyarakat mengenai
pengelolaan sampah merupakan faktor yang mempengaruhi partisipasi masyarakat
dalam mengelola sampah. Berdasarkan hasil penelitian Riswan et al. (2011), pengetahuan masyarakat
mengenai pengelolaan sampah akan menentukan tingkat partisipasi masyarakat
dalam mengelola sampah untuk menjaga kebersihan lingkungannya.
c.
Persepsi
Persepsi masyarakat terhadap lingkungan yang sehat dan
bersih berpengaruh pada partisipasi masyarakat dalam menjaga kebersihan
lingkungan dari sampah. Penelitian yang dilakukan oleh Hermawan (2005)
menunjukkan bahwa semakin baik persepsi ibu-ibu rumah tangga terhadap
kebersihan lingkungan, maka semakin baik partisipasi mereka dalam menjaga
kebersihan lingkungan. Penelitian Manurung (2008) juga menunjukkan hasil yang
sama, siswa yang memiliki persepsi bahwa lingkungan bersih merupakan hal yang
penting akan cenderung berpartisipasi dalam menjaga kebersihan lingkungan.
Selain itu, penelitian yang dilakukan oleh Dewi dan Hapsari (2012) mengenai
persepsi dan partisipasi menunjukkan bahwa persepsi memiliki hubungan langsung
dengan tingkat partisipasi masyarakat.
d.
Pendapatan
Pendapatan berkaitan dengan partisipasi masyarakat
secara tidak langsung dalam pengelolaan sampah. Kegiatan pengelolaan sampah
memerlukan biaya operasional, seperti contohnya dalam pengangkutan sampah
menuju TPA untuk diolah. Begitu pula dengan pelayanan lainnya untuk menjaga
kebersihan lingkungan. Biaya operasional tersebut diperoleh dari pembayaran
retribusi yang dilakukan oleh masyarakat. Oleh karena itu, pendapatan
masyarakat berhubungan dengan tingkat partisipasi masyarakat dalam pengelolaan
sampah. Penelitian Yuliastusi et al.
(2011) menunjukkan bahwa pendapatan yang diperoleh dari pekerjaan masyarakat
berpengaruh pada tingkat partisipasinya terhadap pengelolaan sampah.
e.
Peran Pemerintah / Tokoh Masyarakat
Peran pemerintah ataupun tokoh masyarakat berkaitan
dengan sosialisasi dan penyebaran informasi mengenai pengelolaan sampah.
Sosialisasi ini akan memberikan pemahaman kepada masyarakat bahwa pengelolaan
sampah sebaiknya dilakukan oleh setiap individu agar masalah mengenai sampah
dapat diatasi mulai dari akarnya, yaitu sumber penghasil sampah. Selain itu,
peran pemerintah/tokoh masyarakat juga berkaitan dengan pengawasan tindakan
pengelolaan sampah pada tingkat rumah tangga. Penelitian yang dilakukan oleh
Mulyadi et al. (2010) membuktikan
bahwa peran serta pemerintah daerah mempunyai hubungan yang kuat dengan
pengelolaan sampah di Kota Tembilahan. Selain itu, penelitian Yolarita (2011)
juga menunjukkan bahwa tokoh masyarakat juga berperan dalam memberikan
informasi dan motivasi dalam menerapkan prinsip 3R dalam pengelolaan sampah.
f.
Sarana dan prasarana
Sarana dan prasana dalam pengelolaan sampah berkaitan
dengan fasilitas yang ada yang berguna untuk membantu proses pengelolaan
sampah. Contohnya adalah tong sampah yang memisahkan sampah organik dan sampah
nonorganik ataupun fasilitas pengangkutan sampah rutin oleh petugas. Penelitian
yang dilakukan oleh Yolarita (2011) menunjukkan bahwa minimnya sarana dan
prasarana pengelolaan sampah merupakan salah satu faktor yang membuat
partisipasi masyarakat kurang.
Di antara berbagai faktor yang telah dijelaskan,
penelitian ini memusatkan perhatian pada faktor persepsi. Masih terdapat
keraguan pada faktor tersebut karena penelitian yang dilakukan oleh Budiman et al. (2013) menunjukkan bahwa persepsi
bukan merupakan faktor yang mempengaruhi partisipasi masyarakat. Hasil
penelitian ini berbeda dengan penelitian-penelitian yang lain sehingga
diperlukan penelitian lebih lanjut untuk dapat membuktikan hal tersebut.
Selain itu, pada dasarnya dalam melakukan suatu
kegiatan tertentu, individu sangat dipengaruhi oleh kondisi dari individu
tersebut sebagai subjek yang akan melakukan kegiatan. Kondisi tersebut terdiri
dari kondisi fisiologis (keadaan fisik, panca indera, kesehatan) dan kondisi
psikologis, di mana persepsi memainkan peranan penting dalam menentukan kondisi
psikologis (Sunaryo 2004). Oleh karena itu, penulis berasumsi bahwa partisipasi
akan sulit tercipta ketika kondisi psikologis individu
dalam hal ini persepsinya
terhadap suatu kegiatan tidak dalam kondisi yang baik. Persepsi menjadi
sesuatu yang melandasi masyarakat untuk turut berpartisipasi dalam pengelolaan
sampah. Faktor-faktor internal maupun eksternal individu akan terlebih dahulu
mempengaruhi persepsi, sebelum akhirnya memunculkan partisipasi terhadap suatu
kegiatan. Dengan begitu, faktor internal dan eksternal individu berhubungan
secara langsung dengan persepsi dan berhubungan secara tidak langsung dengan
partisipasi. Penjelasan mengenai persepsi akan dibahas lebih dalam pada subbab
berikut.
Persepsi merupakan salah satu aspek psikologis yang
penting bagi manusia dalam merespon kehadiran berbagai aspek dan gejala di
sekitarnya. Persepsi mengandung pengertian yang sangat luas. Berbagai ahli
telah memberikan definisi yang beragam tentang persepsi, walaupun pada
prinsipnya mengandung makna yang sama. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia,
persepsi adalah tanggapan (penerimaan) langsung dari sesuatu dan merupakan
proses seseorang mengetahui beberapa hal melalui panca inderanya.
Persepsi pada dasarnya menyangkut proses informasi
pada diri seseorang dalam hubungannya dengan objek stimulus. Dengan demikian
persepsi merupakan gambaran arti atau interprestasi yang bersifat subjektif,
artinya persepsi sangat bergantung pada kemampuan dan keadaan diri yang
bersangkutan. Dalam kamus psikologi persepsi diartikan sebagai proses
pengamatan seseorang terhadap segala sesuatu di lingkungannya dengan
menggunakan indera yang dimilikinya, sehingga menjadi sadar terhadap segala
sesuatu yang ada di lingkungan tersebut (Dali 1982 dalam Hermawan 2005).
Persepsi yang dihasilkan setiap orang dapat berbeda
untuk stimuli yang sama. Menurut Sarwono (1995), perbedaan persepsi dapat
terjadi karena ada lima faktor yang berpengaruh terhadap pembentukan persepsi.
Faktor-faktor tersebut adalah budaya, status sosial ekonomi, usia, agama, dan
interaksi antara peran gender, desa/kota, dan suku. Selanjutnya Krech dan
Cruthcfield dalam Rakhmat (1996)
menjelaskan bahwa perbedaan persepsi bisa terjadi karena terdapat empat prinsip
dasar dalam proses pembentukan persepsi, yaitu:
a.
Persepsi dipengaruhi oleh karakteristik orang yang
memberikan respons pada stimuli yang diterima. Artinya seseorang akan
memberikan sesuatu arti tertentu terhadap stimulus yang dihadapinya, walaupun
arti dan maksud stimulus tidak sesuai dengan arti persepsi orang tersebut
b.
Persepsi bersifat selektif secara fungsional, di mana
seseorang dalam mempersepsikan suatu stimulus melalui proses pemilihan
c.
Persepsi yang selalu diorganisasikan dan diberi arti
memiliki suatu medan kesadaran yang memberi struktur terhadap gambaran yang
muncul kemudian. Di samping itu, keadaan lingkungan sosial seseorang akan
mempengaruhi proses pembentukan persepsi
d.
Persepsi ditentukan oleh sifat-sifat struktur secara
keseluruhan. Jika individu dianggap sebagai anggota kelompok, semua sifat
individu yang berkaitan dengan sifat kelompok dipengaruhi oleh keanggotaan
kelompoknya melalui pembauran
Sugihartono et
al. (2007) mengemukakan bahwa persepsi adalah kemampuan otak dalam
menerjemahkan stimulus yang masuk ke dalam alat indera manusia. Dalam persepsi
manusia, terdapat perbedaan sudut pandang dalam penginderaan. Ada yang
mempersepsikan sesuatu itu baik atau buruk. Persepsi positif maupun persepsi
negatif akan mempengaruhi tindakan manusia yang tampak atau nyata.
Persepsi pada hakikatnya adalah proses kognitif yang
dialami setiap orang di dalam memahami informasi tentang lingkungan, baik
melalui penglihatan, pendengaran, penghayatan, perasaan, dan penciuman (Sarwono
1999). Sarwono menjelaskan bahwa persepsi seseorang dipengaruhi oleh faktor
internal dan eksternal. Faktor internal adalah faktor-faktor yang terdapat
dalam diri individu, seperti jenis kelamin, perbedaan generasi (usia), tingkat
pendidikan, dan tingkat pengetahuan. Sedangkan faktor eksternal merupakan faktor
yang berasal dari lingkungan di luar yang mempengaruhi persepsi seseorang,
seperti lingkungan sosial budaya, interaksi antar individu, dan media
komunikasi di mana seseorang memperoleh informasi tentang sesuatu.
Menurut
Manurung (2008), persepsi adalah suatu pandangan yang diberikan oleh seseorang
terhadap suatu objek, gejala maupun peristiwa, yang dilakukan individu yang
bersangkutan secara sengaja dengan cara menghubungkan objek, gejala atau
peristiwa tersebut dengan pengetahuan yang diperoleh dari pendidikan,
pengalaman, sistem kepercayaan, adat istiadat yang dimilikinya. Menurut Asngari (1984) dalam Harihanto (2001), persepsi seseorang terhadap lingkunganya
merupakan faktor penting karena akan berlanjut dalam menentukan tindakan
individu tersebut. Persepsi yang benar terhadap suatu obyek diperlukan, karena
persepsi merupakan dasar pembentukan sikap dan perilaku.
Tinjauan
terhadap konsep persepsi, khususnya untuk objek-objek lingkungan dapat dikaji
melalui dua pendekatan, yaitu (1) melalui pendekatan konvensional dan (2)
pendekatan ekologis terhadap lingkungan. Menurut Backler dalam
Abdurachman (1988), hubungan manusia dengan lingkungan merupakan titik tolak
dan merupakan sumber informasi sehingga individu menjadi seorang pengambil
keputusan. Keputusan inilah yang pada akhirnya menentukan tindakan dari seorang
individu terhadap lingkungannya. Berasal dari pemahaman ini, Hermawan (2005)
mendefinisikan persepsi terhadap lingkungan sebagai gambaran, pemahaman atau
pandangan individu dalam memelihara kebersihan lingkungan yang berkenaan dengan
segenap unsur yang terdapat dalam lingkungan, khususnya yang menyangkut limbah
rumah tangga.
Berdasarkan
pemaparan di atas, dapat disimpulkan bahwa persepsi masyarakat dalam konteks
pengelolaan sampah merupakan pendangan masyarakat mengenai pentingnya
pengelolaan sampah, yang kemudian mendorong perilaku masyarakat dalam mengelola
sampah agar kebersihan lingkungan dapat terus terjaga. Persepsi masyarakat menjadi salah satu penentu tingkat
partisipasi masyarakat karena persepsi merupakan proses psikologis yang tidak
terlepas dari diri masing-masing individu yang berfungsi membentuk sikap dan
menentukan keputusan untuk bertindak. Apabila persepsi masyarakat terhadap
pengelolaan sampah baik, maka partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sampah
akan meningkat.
Faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi masyarakat
berasal dari dalam diri individu dan hubungannya dengan lingkungan di mana ia
tinggal. Faktor yang berasal dari dalam individu berupa usia, jenis kelamin,
tingkat pendidikan, pekerjaan, pendapatan, pengetahuan dan pegalaman. Dalam hal
ini, yang dimaksud dengan pengetahuan adalah pengetahuan masyarakat tentang
cara mengelola sampah, sedangkan pengalaman adalah apa yang pernah di alami
pada masa lalu yang berkaitan dengan pengelolaan sampah, seperti proses
pembelajaran cara-cara mengolah sampah pada suatu penyuluhan ataupun praktik
pengelolaan sampah yang sudah pernah dilakukan oleh masyarakat. Faktor yang
berasal dari lingkungan eksternal individu berupa hubungan individu tersebut
terhadap lingkungan sosialnya, dalam hal ini berupa pemerintah/tokoh masyarakat
yang berperan untuk menyebarluaskan informasi mengenai pengelolaan sampah.
Selain itu, sarana dan prasarana yang tersedia juga memberi pengaruh kepada
persepsi masyarakat untuk berpartisipasi dalam pengelolaan sampah.
2.
Bioarang
(Alternatif Sumber Energi)
Kegiatan yang
dapat dilakukan dengan pengelolan sampah rumah tangga, memanfaatkan ranting pohon,
dedaunan dan tempurung kelapa yang dimasak dalam drum bekas sehingga
menghasilkan bioarang. Bahan baku yang disiapkan adalah sampah daun-daun kering
dari pohon. Bahan tersebut dikumpulkan dan dibersihkan dari material-material
yang tidak berguna seperti batu serta material logam lainnya.
Proses
Karbonisasi Untuk mengarangkan bahan, dapat menggunakan drum bekas yang telah
bersih. Ukuran drum minimal adalah tinggi 85 cm dengan diameter 55 cm. Drum
tersebut terlebih dahulu diberi lubang-lubang kecil dengan paku pada bagian
dasar agar tetap ada udara yang masuk ke dalam drum, atau bisa juga dibuat
lubang pada bagian tengah alas drum (diameter lubang 25 cm). Selanjutnya
seluruh bahan dimasukkan ke dalam drum dan api dinyalakan.
3.
Activated
Carbon (Nano Porus) Air Bersih
Definisi
arang aktif (activated carbon) berdasarkan pada pola strukturnya adalah
suatu bahan yang berupa karbon amorf yang sebagian besar terdiri dari karbon bebas serta
memiliki permukaan dalam sehingga memiliki daya serap yang tinggi. Pada proses
industri arang aktif digunakan sebagai bahan pembantu dan dalam kehidupan
sehari-hari. arang aktif semakin meningkat kebutuhannya baik didalam maupun
luar negeri. Arang aktif memegang peranan yang sangat penting baik sebagai
bahan baku maupun sebagai bahan pembantu pada proses industri dalam
meningkatkan kualitas atau mutu produk yang dihasilkan. Banyaknya bermunculan
proses industri didalam dan diluar negeri semakin banyak pula kebutuhan arang
aktif, untuk itu semakin banyak peluang untuk memproduksi dan memasarkan arang
aktif.
Permintaan
yang sangat besar, baik domestik maupun internasional, maka tingkat persaingan
dalam memproduksi arang aktif juga semakin membaik. Kompetisi pasar saat ini
telah didukung dengan dikeluarkannya Standard Industri Indonesia (SII) yang
mencakup persyaratan-persyaratan minimum yang harus dipenuhi untuk menjaga
kualitas produk arang aktif. Produksi arang aktif di Indonesia masih banyak dijumpai
industri arang aktif secara tradisional, proses sangat sederhana atau disebut
proses bergantian (batch process) dalam scale
produces yang sangat kecil Dan rendahnya kualitas, disebabkan oleh investasi
Dan teknologi proses yang terbatas, namun pasar masih tetap menyerap produk
tersebut. Bahan baku (raw materials) untuk memproduksi
arang aktif di Indonesia tersedia sangat melimpah dan dapat diperbaharui (renewable),
berupa limbah serbuk gergaji, limbah potongan-potongan kayu, limbah industri
CPO kelapa sawit, tempurung kelapa, tanaman kayu hutan, aspal muda (bitumen)
dan lain-lain.
Karbon aktif
adalah salah produk yang bernilai ekonomis tinggi . Pembuatan karbon aktif
belum banyak dilakukan padahal potensi bahan baku yang banyak dinegara
kita. Tempurung kelapa sebagai bahan baku karbon aktif sangat besar,
terlebih potensi pasar yang cukup menjanjikan. Karbon aktif adalah nama dagang
untuk arang yang mempunyai porositas tinggi, dibuat dari bahan baku yang
mengandung zat arang. Memiliki permukaan dalam besar mencapai 400-1600 m2/g
karbon aktif dan memiliki volume pori-pori besar lebih dari 30 cm3/100 g. Pada
dasarnya karbon aktif dapat dibuat dari semua bahan yang mengandung karbon.
Pemilihan tempurung kelapa sebagai bahan baku karbon aktif atas dasar kualitas
yang dihasilkan lebih baik dari bahan lain. Proses Pembuatan Karbon Aktif dari
bahan baku tempurung kelapa terbagi menjadi dua tahapan utama yaitu: Proses
pembuatan arang dari tempurung Kelapa (karbonisasi) dan Proses pembuatan karbon
aktif dari arang (aktivasi).
Dalam tahap
karbonisasi, tempurung kelapa dipanaskan tanpa udara dan tanpa penambahan zat
kimia. Tujuan karbonisasi adalah untuk menghilangkan zat terbang. Proses
karbonisasi dilakukan pada temperature 400-600 0C. Hasil karbonisasi
adalah arang yang mempunyai kapasitas penyerapan rendah. Untuk mendapat karbon
aktif dengan penyerapan yang tinggi maka harus dilakukan aktivasi terhadap
arang hasil karbonisasi. Proses aktivasi dilakukan dengan tujuan membuka dan
menambah pori-pori pada karbon aktif. Bertambahnya jumlah pori-pori pada karbon
aktif akan meningkatkan luas permukaan karbon aktif yang mengakibatkan
kapasitas penyerapannya menjadi bertambah besar. Proses aktivasi dapat
dilakukan dengan dua metode yaitu teknik aktivasi fisik dan teknik aktivasi
kimia. Proses aktivasi fisik dilakukan dengan cara mengalirkan gas pengaktif
melewati tumpukan arang tempurung kelapa hasil karbonisasi yang berada dalam
suatu tungku. Aktivasi kimia dilakukan dengan menambahkan bahan baku dengan zat
kimia tertentu pada saat karbonisasi. Ada tiga jenis karbon aktif yang terbuat
dari tempurung kelapa yang banyak dipasaran yaitu:
a. Bentuk
serbuk. Karbon aktif berbentuk serbuk dengan ukuran lebih kecil dari 0,18 mm
(80#). Terutama digunakan dalam aplikasi fasa cair dan gas. Digunakan pada
industry pengolahan air minum, industry farmasi, terutama untuk pemurnian
monosodium glutamate, bahan tambahan makanan, penghilang warna asam furan,
pengolahn pemurnian jus buah, penghalus gula, pemurnian asam sitrtat, asam
tartarikk, pemurnian glukosa dan pengolahan zat pewarna kadar tinggi.
b. Bentuk
Granular. Karbon aktif bentuk granular/tidak beraturan dengan ukuran 0,2 -5 mm.
Jenis ini umumnya digunakan dalam aplikasi fasa cair dan gas. Beberapa aplikasi
dari jenis ini digunakan untuk: pemurnian emas, pengolahan air, air limbah dan
air tanah, pemurni pelarut dan penghilang bau busuk.
c. Bentuk Pellet.
Karbon aktif berbentuk pellet dengan diameter 0,8-5 mm. Kegunaaan utamanya
adalah untuk aplikasi fasa gas karena mempunyai tekanan rendah, kekuatan
mekanik tinggi dan kadar abu rendah.Digunakan untuk pemurnian udara, control
emisi, tromol otomotif, penghilangbau kotoran dan pengontrol emisi pada gas
buang.
Pembuatan
activated karbon (nano porus) sama dengan membuat bioarang perbedaanya adalah
bahan yang dimasukkan ke dalam drum bukan dedaunan, ranting pohon atau
tempurung kelapa yang dimasukkan adalah sabuk kelapa (coconut husk) yang mana
setelah dimasak kemudian menajdi seperti serbuk arang kemudian dimasukkan ke
dalam kain yang memiliki lubang-lubang penyarigan, dimasukkan ke dalam air
kotor, maka activated carbon akan berfungsi menyerap kototran dalam air
sehingga air menjadi lebih bersih, apabila penyaringan terus dilakukan makan
air tersebut dapat di minum sebagai kebutuhan sehari-hari.
2.
Kompos
Kompos adalah hasil
penguraian parsial/tidak lengkap dari campuran bahan-bahan organik
yang dapat dipercepat secara artifisial oleh populasi
berbagai macam mikroba
dalam kondisi lingkungan yang hangat, lembap, dan aerobik
atau anaerobik
(Modifikasi dari J.H. Crawford, 2003). Sedangkan pengomposan adalah proses dimana bahan organik mengalami
penguraian secara biologis, khususnya oleh mikroba-mikroba yang memanfaatkan
bahan organik sebagai sumber energi.
Membuat kompos adalah mengatur dan mengontrol proses alami tersebut agar kompos
dapat terbentuk lebih cepat. Proses ini meliputi membuat campuran bahan yang
seimbang, pemberian air yang cukup, pengaturan aerasi, dan penambahan aktivator
pengomposan.
Sampah
terdiri dari dua bagian, yaitu bagian organik dan anorganik. Rata-rata
persentase bahan organik sampah
mencapai ±80%, sehingga pengomposan merupakan alternatif penanganan yang
sesuai. Kompos sangat berpotensi untuk dikembangkan mengingat semakin tingginya
jumlah sampah organik yang dibuang ke tempat pembuangan akhir dan menyebabkan
terjadinya polusi bau dan lepasnya gas metana
ke udara. DKI Jakarta menghasilkan 6000 ton
sampah setiap harinya, di mana sekitar 65%-nya adalah sampah organik. Dan dari
jumlah tersebut, 1400 ton dihasilkan oleh seluruh pasar
yang ada di Jakarta, di mana 95%-nya adalah sampah organik. Melihat besarnya
sampah organik yang dihasilkan oleh masyarakat, terlihat potensi untuk mengolah
sampah organik menjadi pupuk organik demi kelestarian lingkungan dan
kesejahteraan masyarakat (Rohendi, 2005).
Secara
alami bahan-bahan organik akan mengalami penguraian di alam dengan bantuan
mikroba maupun biota
tanah lainnya. Namun proses pengomposan yang terjadi secara alami berlangsung
lama dan lambat. Untuk mempercepat proses pengomposan ini telah banyak
dikembangkan teknologi-teknologi pengomposan. Baik pengomposan dengan teknologi
sederhana, sedang, maupun teknologi
tinggi. Pada prinsipnya pengembangan teknologi pengomposan didasarkan pada
proses penguraian bahan organik yang terjadi secara alami. Proses penguraian
dioptimalkan sedemikian rupa sehingga pengomposan dapat berjalan dengan lebih
cepat dan efisien. Teknologi pengomposan saat ini menjadi sangat penting
artinya terutama untuk mengatasi permasalahan limbah organik, seperti untuk
mengatasi masalah sampah di kota-kota besar, limbah organik industri,
serta limbah
pertanian dan perkebunan.
Teknologi
pengomposan sampah sangat beragam, baik secara aerobik
maupun anaerobik, dengan atau tanpa aktivator
pengomposan. Aktivator pengomposan yang sudah banyak beredar antara lain: PROMI
(Promoting Microbes), OrgaDec, SuperDec, ActiComp, BioPos, EM4, Green Phoskko
Organic Decomposer dan SUPERFARM (Effective Microorganism)atau menggunakan cacing
guna mendapatkan kompos (vermicompost). Setiap aktivator memiliki keunggulan
sendiri-sendiri.
Pengomposan
secara aerobik paling banyak digunakan, karena mudah dan murah untuk dilakukan,
serta tidak membutuhkan kontrol proses yang terlalu sulit. Dekomposisi bahan
dilakukan oleh mikroorganisme di dalam bahan itu
sendiri dengan bantuan udara. Sedangkan pengomposan secara anaerobik
memanfaatkan mikroorganisme yang tidak membutuhkan udara dalam mendegradasi
bahan organik.
Hasil
akhir dari pengomposan ini merupakan bahan yang sangat dibutuhkan untuk
kepentingan tanah-tanah pertanian di Indonesia, sebagai upaya untuk memperbaiki
sifat kimia,
fisika
dan biologi
tanah,
sehingga produksi tanaman
menjadi lebih tinggi. Kompos yang dihasilkan dari pengomposan sampah dapat
digunakan untuk menguatkan struktur lahan kritis, menggemburkan kembali tanah
pertanian, menggemburkan kembali tanah petamanan, sebagai bahan penutup sampah
di TPA, eklamasi pantai pasca penambangan, dan sebagai media tanaman, serta
mengurangi penggunaan pupuk
kimia. Bahan baku pengomposan adalah semua material yang mengandung karbon
dan nitrogen,
seperti kotoran hewan,
sampah hijauan, sampah kota, lumpur
cair dan limbah
industri pertanian. Berikut disajikan bahan-bahan
yang umum dijadikan bahan baku pengomposan. Jenis-jenis
kompos yaitu:
a. Kompos cacing
(vermicompost), yaitu kompos yang terbuat dari bahan organik yang
dicerna oleh cacing. Yang menjadi pupuk adalah kotoran cacing tersebut.
Kompos
memperbaiki struktur tanah
dengan meningkatkan kandungan bahan organik tanah dan akan meningkatkan
kemampuan tanah untuk mempertahankan kandungan air tanah. Aktivitas mikroba
tanah yang bermanfaat bagi tanaman akan meningkat dengan penambahan kompos.
Aktivitas mikroba ini membantu tanaman untuk menyerap unsur hara dari tanah.
Aktivitas mikroba tanah juga d iketahui dapat membantu tanaman menghadapi
serangan penyakit.
Tanaman
yang dipupuk dengan kompos juga cenderung lebih baik kualitasnya daripada
tanaman yang dipupuk dengan pupuk kimia, seperti menjadikan hasil panen lebih
tahan disimpan, lebih berat, lebih segar, dan lebih enak. Kompos memiliki
banyak manfaat yang ditinjau dari beberapa aspek: Aspek Ekonomi :
Menghemat biaya untuk transportasi dan penimbunan limbah, Mengurangi
volume/ukuran limbah dan Memiliki nilai jual yang lebih tinggi dari pada bahan
asalnya
Aspek
Lingkungan yaitu Mengurangi polusi udara karena pembakaran limbah dan pelepasan
gas metana dari sampah organik yang membusuk akibat bakteri metanogen di tempat
pembuangan sampah, Mengurangi kebutuhan lahan untuk penimbunan. Aspek bagi
tanah/tanaman: Meningkatkan kesuburan tanah, Memperbaiki struktur dan
karakteristik tanah, Meningkatkan kapasitas penyerapan air oleh tanah,
Meningkatkan aktivitas mikroba tanah, Meningkatkan kualitas hasil panen (rasa,
nilai gizi, dan jumlah panen), Menyediakan hormon dan vitamin bagi tanaman,
Menekan pertumbuhan/serangan penyakit tanaman dan Meningkatkan
retensi/ketersediaan hara di dalam tanah.
Peran
bahan organik terhadap sifat fisik tanah di antaranya merangsang granulasi,
memperbaiki aerasi
tanah, dan meningkatkan kemampuan menahan air.
Peran bahan organik terhadap sifat biologis tanah adalah meningkatkan aktivitas
mikroorganisme yang berperan pada fiksasi nitrogen dan transfer hara tertentu
seperti N, P, dan S. Peran bahan organik terhadap sifat kimia tanah adalah
meningkatkan kapasitas tukar kation sehingga memengaruhi serapan hara oleh
tanaman (Gaur, 1980).
Beberapa
studi telah dilakukan terkait manfaat kompos bagi tanah dan pertumbuhan
tanaman. Penelitian Abdurohim, 2008, menunjukkan bahwa kompos memberikan
peningkatan kadar Kalium
pada tanah lebih tinggi dari pada kalium
yang disediakan pupuk NPK, namun kadar fosfor
tidak menunjukkan perbedaan yang nyata dengan NPK. Hal ini menyebabkan
pertumbuhan tanaman yang ditelitinya ketika itu, caisin (Brassica
oleracea), menjadi lebih baik dibandingkan
dengan NPK.
Hasil
penelitian Handayani, 2009, berdasarkan hasil uji Duncan,
pupuk
cacing (vermicompost) memberikan hasil pertumbuhan
yang terbaik pada pertumbuhan bibit Salam (Eugenia polyantha
Wight) pada media tanam subsoil. Indikatornya terdapat pada diameter
batang, dan sebagainya. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa penambahan pupuk
anorganik tidak memberikan efek apapun pada pertumbuhan bibit,
mengingat media tanam subsoil merupakan media tanam dengan pH
yang rendah sehingga penyerapan hara tidak optimal. Pemberian kompos akan
menambah bahan organik tanah sehingga meningkatkan kapasitas tukar kation
tanah dan memengaruhi serapan hara oleh tanah, walau tanah dalam keadaan masam.
Dalam
sebuah artikel yang diterbitkan Departemen Agronomi dan Hortikultura, Institut Pertanian Bogor
menyebutkan bahwa kompos bagase
(kompos yang dibuat dari ampas tebu)
yang diaplikasikan pada tanaman tebu (Saccharum officinarum
L)
meningkatkan penyerapan nitrogen secara signifikan setelah tiga bulan
pengaplikasian dibandingkan degan yang tanpa kompos, namun tidak ada
peningkatan yang berarti terhadap penyerapan fosfor,
kalium,
dan sulfur.
Penggunaan kompos bagase dengan pupuk anorganik secara bersamaan tidak
meningkatkan laju pertumbuhan, tinggi, dan diameter dari batang, namun
diperkirakan dapat meningkatkan rendemen gula dalam tebu.
Dasar-dasar Pengomposan Bahan-bahan yang Dapat
Dikomposkan. Pada dasarnya semua bahan-bahan organik
padat dapat dikomposkan, misalnya: limbah organik rumah tangga, sampah-sampah
organik pasar/kota, kertas, kotoran/limbah peternakan, limbah-limbah pertanian,
limbah-limbah agroindustri, limbah pabrik kertas, limbah pabrik gula, limbah
pabrik kelapa sawit, dll. Bahan organik yang sulit untuk dikomposkan antara
lain: tulang, tanduk, dan rambut. Bahan yang paling baik menurut ukuran waktu,
untuk dibuat menjadi kompos dinilai dari rasio karbon dan nitrogen di dalam
bahan / material organik seperti limbah pertanian: ampas tebu dan kotoran
ternak serta tersebut di atas. Bahan organik yang telah disusun oleh Sinaga
dkk. (2010) dari berbagai campuran dengan nilai rasio C/N = 35,68 dan kondisi
kandungan airnya 50,37%, waktu dekomposisi diperoleh terpendek 28 hari
dibanding lainnya.
Proses
pengomposan akan segera berlansung setelah bahan-bahan mentah dicampur. Proses
pengomposan secara sederhana dapat dibagi menjadi dua tahap, yaitu tahap aktif
dan tahap pematangan. Selama tahap-tahap awal proses, oksigen dan
senyawa-senyawa yang mudah terdegradasi akan segera dimanfaatkan oleh mikroba
mesofilik. Suhu tumpukan kompos akan meningkat dengan cepat. Demikian pula akan
diikuti dengan peningkatan pH kompos. Suhu akan meningkat hingga di atas 50o
- 70o C. Suhu akan tetap tinggi selama waktu tertentu. Mikroba yang
aktif pada kondisi ini adalah mikroba Termofilik, yaitu mikroba yang aktif pada
suhu tinggi. Pada saat ini terjadi dekomposisi/penguraian bahan organik yang
sangat aktif. Mikroba-mikroba di dalam kompos dengan menggunakan oksigen akan
menguraikan bahan organik menjadi CO2, uap air dan panas. Setelah
sebagian besar bahan telah terurai, maka suhu akan berangsur-angsur mengalami
penurunan. Pada saat ini terjadi pematangan kompos tingkat lanjut, yaitu
pembentukan komplek liat humus. Selama proses pengomposan akan terjadi
penyusutan volume maupun biomassa bahan. Pengurangan ini dapat mencapai 30 –
40% dari volume/bobot awal bahan.
Skema
Proses Pengomposan Aerobik.Proses pengomposan dapat terjadi secara aerobik
(menggunakan oksigen) atau anaerobik (tidak ada oksigen). Proses yang
dijelaskan sebelumnya adalah proses aerobik, dimana mikroba menggunakan oksigen
dalam proses dekomposisi bahan organik. Proses dekomposisi dapat juga terjadi
tanpa menggunakan oksigen yang disebut proses anaerobik. Namun, proses ini
tidak diinginkan, karena selama proses pengomposan akan dihasilkan bau yang
tidak sedap. Proses anaerobik akan menghasilkan senyawa-senyawa yang berbau
tidak sedap, seperti: asam-asam organik (asam asetat, asam butirat, asam
valerat, puttrecine), amonia, dan H2S.
Faktor yang memengaruhi proses Pengomposan. Setiap
organisme pendegradasi bahan organik membutuhkan kondisi lingkungan dan bahan
yang berbeda-beda. Apabila kondisinya sesuai, maka dekomposer tersebut akan
bekerja giat untuk mendekomposisi limbah padat organik. Apabila kondisinya
kurang sesuai atau tidak sesuai, maka organisme tersebut akan dorman, pindah ke
tempat lain, atau bahkan mati. Menciptakan kondisi yang optimum untuk proses
pengomposan sangat menentukan keberhasilan proses pengomposan itu sendiri.
Strategi Mempercepat Proses Pengomposan Pengomposan
dapat dipercepat dengan beberapa strategi. Secara umum strategi untuk
mempercepat proses pengomposan dapat dikelompokan menjadi tiga, yaitu:
Menanipulasi kondisi/faktor-faktor yang berpengaruh pada proses pengomposan,
Menambahkan Organisme yang dapat mempercepat proses pengomposan: mikroba
pendegradasi bahan organik dan vermikompos (cacing) dan Menggabungkan strategi pertama
dan kedua.
Hal
sederhana yang dilakukan dalam pengomposan adalah membuat tempat sampah yang
berjaring-jaring, sampahnya harus organik yaitu sampah dari pepohonan dan
rerumputan, sampah yang dikumpul kemudian setiap hari di siram agar semakin
cepat untuk larut atau ditambah mikroba juga boleh untuk mempercepat peleburan
dedaunan dengan tanah. Kompos ini sederhana dan murah dilakukan serta
manfaatnya bagi lingkungan alam sangat baik terutama untuk penyuburan tanah
perkebunan.
BAB III
METODOLOGI
PENELITIAN
A. Pendekatan Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode penelitian
kualitatif deskriptif. Metode deskriptif adalah metode yang menggambarkan
gejala-gejala yang ada pada saat penelitian. Penelitian kualitatif adalah prosedur
penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau
lisan dari orang-orang atau pelaku yang dapat diamati.[1]
Menurut Lexy J Moleong bahwa penelitian kualitatif
deskriptif yaitu peneliti mencari dan menggunakan data-data yang bersifat
deskriptif yaitu berupa kata-kata atau ungkapan, pendapat-pendapat dari
informan penelitian baik lisan atau tulisan.[2]
Menurut Arief Furchan bahwa penelitian deskriptif adalah penelitian yang
dirancang untuk memperoleh informasi tentang status gejala saat penelitian
dilakukan. Penelitian ini diharapkan dan diarahkan untuk menerapkan sifat suatu
situasi pada waktu penyelidikan dilakukan. Dalam penelitian deskriptif tidak
ada perlakuan yang dilakukan atau diberikan atau dikendalikan seperti yang dapat
ditemui dalam penelitian eksperimen.[3]
Ciri-ciri yang telah diungkapkan di atas peneliti
memilih metode kualitatif untuk melakukan penelitian terhadap masalah yang
dirumuskan dalam penelitian ini. Selain itu ciri penelitian kualitatif adalah
lebih menekankan makna dari pada hasil suatu aktifitas, karena dalam melakukan
penelitian ini bukan sebagai orang ahli tetapi orang yang belajar mengenal
sesuatu dari subjek penelitian.
B. Situasi Sosial dan Subjek Penelitian
Situasi sosial yaitu keadaan yang terjadi sesuai
aspek yang diteliti sebagai TINDAK LANJUT COMMUNITY ENGAGEMENT WASTE MANAGEMENT
DENGAN ACTIVATED CARBON (NANO PORUS
MATERIALS), BIOARANG DAN KOMPOS (Pengelolaan Sampah Menjaga Lingkungan dan
Bernilai Jual Ekonomis dengan Bioarang, Activated Carbon dan Kompos Pondok
Pesantren Al-Qur’an Salafiyah Daerah Masyrakat Kebun IX Kecamatan Sungai Gelam
Muara Jambi Kota Jambi).
C. Jenis dan Sumber Data
Data
dan sumber data merupakan faktor penentu keberhasilan suatu penelitian. Tidak
dapat dikatakan suatu penelitian bersifat ilmiah, bila tidak ada data dan
sumber data yang dapat dipercaya. Menurut Mc. Leod sebagaimana yang dikutip
oleh Husein Umar, pengertian data dari sudut ilmu sistem informasi sebagai
fakta-fakta maupun angka-angka yang secara relatif tidak berarti bagi pemakai
tetapi data yang sudah diolah menjadi informasi maka data tersebut memiliki
arti bagi pemakai.[4]
Sumber
data primer adalah data yang diperoleh langsung dari subjek penelitian dengan
menggunkan alat pengukuran atau alat pengambilan data langsung pada subjek
sebagai sumber informasi yang dicari.[5]
Data primer adalah data yang langsung dikumpulkan oleh peneliti (atau
petugas-petugasnya) dari sumber pertamanya.[6]
Lofland dalam Moleong, mengemukakan bahwa “sumber
data utama dalam penelitian kualitatif adalah kata-kata dan tindakan,
selebihnya adalah tambahan seperti dokumen dan lain-lain”.[7] Data primer bersumber dari Pimpinan,
Guru dan Santri di Pondok Pesantren Al-Qur’an Salafiyah Daerah Masyrakat Kebun
IX Kecamatan Sungai Gelam Muara Jambi Kota Jambi). Sedangkan data sekunder dapat diperoleh dari hasil
dokumentasi.
D. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan
data tidak lain dari suatu proses pengadaan data primer untuk keperluan
penelitian. Pengumpulan data merupakan langkah yang amat penting dalam metode
ilmiah, karena pada umumnya data yang dikumpulkan digunakan, kecuali pada
penelitian eksploratif, untuk menguji hipotesis yang telah dirumuskan.
Pengumpulan
data adalah prosedur yang sistematis dan standar untuk memperoleh data yang
diperlukan. Selalu ada hubungan antara metode pengumpulan data dengan masalah
penelitian yang ingin dipecahkan. Metode pengumpulan data dapat dibagi menjadi
beberapa kelompok yaitu metode pengamatan langsung, metode dengan menggunakan
pertanyaan dan metode khusus dalam penelitian ini peneliti menggunakan metode
pengamatan langsung dan metode dengan menggunakan pertanyaan.[1]
Adapun instrumen yang digunakan untuk memperoleh data dalam penelitian ini
adalah:
1.
Observasi
Observasi
merupakan pengamatan yang dilakukan secara sengaja, sistematis mengenai
fenomena sosial dengan gejala-gejala psikis untuk kemudian dilakukan pencatatan.[2]
Observasi atau pengamatan adalah kegiatan keseharian manusia dengan menggunakan
pancaindera mata sebagai alat bantu utamanya selain panca indera lainnya
seperti telinga, penciuman, mulut dan kulit. Karena itu observasi adalah
kemampuan seseorang untuk menggunakan pengamatannya melalui hasil kerja
pancaindera mata serta dibantu denga pancaindera lainnya atau metode observasi
merupakan metode pengumpulan data yang digunakan untuk menghimpun data
penelitian melalui pengamatan dan penginderaan.[3]
2.
Interview
atau wawancara
Interview
atau wawancara merupakan metode pengumpulan data yang menghendaki komunikasi
langsung antara penyelidik dengan informan.[4]
Pada penelitian ini peneliti menggunakan petunjuk umum wawancara yaitu jenis
wawancara ini mengharuskan pewawancara membuat kerangka dan garis besar
pokok-pokok pertanyaan dalam wawancara, tetapi tidak harus dipertanyakan secara
berurutan. Petunjuk wawancara hanyalah berisi petunjuk secara garis besar
tentang proses dan isi wawancara untuk menjaga agar pokok-pokok yang
direncanakan dapat tercakup seluruhnya. Pelaksanaan wawancara dan pengurutan
pertanyaan disesuaikan denga keadaan responden dalam konteks wawancara yang
sebenarnya.[5]
3.
Dokumentasi
Metode
dokumentasi yaitu mencari data dan mengumpulkan data mengenai hal-hal yang
berupa catatan, transkip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat,
agenda dan sebagainya.[6]
Guba dan Lincoln dalam Basrowi dan Suwandi menjelaskan bahwa dokumentasi yaitu
setiap bahan tertulis ataupun film, lain dari record yang tidak dipersiapkan
karena adanya permintaan penyidik. Metode dokumentasi juga merupakan cara
pengumpulan data yang menghasilkan catatan-catatan yang penting yang
berhubungan dengan masalah yang diteliti sehingga dapat diperoleh data yang
lengkap dengan adanya form dokumentasi atau form pencatatan dokumen.[7]
E. Teknik Analisis Data
Menganaisis data dengan menggunakan reduksi,
penampilan data dan penarikan kesimpulan terhadap data yang diperoleh,
pemahaman tentang analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara
sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan
bahan-bahan lain, sehingga dapat mudah dipahami dan temuannya dapat
diinformasikan kepada orang lain.[8]
Penelitian ini dilakukan dalam bentuk analisis
kualitatif deskriptif, sebab penelitian ini bersifat non hipotesis yang tidak
memerlukan rumus statistik. Bila ditinjau dari proses sifat dan analisis
datanya maka dapat digolongkan kepada research
deskriptif yang bersifat explorative
yaitu penelitian deskriptif yang sifatnya mengembangkan lewat analisis secara
tajam. Langkah-langkah yang dilaksanakan sebagai berikut:
a. Menelaah
seluruh data yang dikumpulkan dari sumber data.
Langkah yang pertama dilaksanakan
dengan cara pencarian data yang diperlukan terhadap berbagai jenis data dan
bentuk data yang ada di lapangan, kemudian melaksanakan pencatatan di lapangan.[9]
b. Data
Reduction (reduksi data).
Apabila data sudah terkumpul
langkah selanjutnya adalah mereduksi data. Mereduksi data berarti merangkum,
memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema
dan polanya serta membuang yang tidak perlu.
c. Data
Display (Penyajian data).
Setelah data direduksi, maka
langkah selanjutnya adalah penyajian data.Penyajian dalam penelitian ini
peneliti paparkan dengan teks yang bersifat deskriptif atau penjelasan.
d. Conclusion
Drawing/Verification
Langkah ke empat dalam analisis
data adalah penarikan kesimpulan dan verifikasi. Dalam penelitian ini
kesimpulan awal yang dikemukakan masih bersifat sementara, dan akan berubah bila
tidak ditemukan bukti-bukti yang kuat yang mendukung pada tahap pengumpulan
data berikutnya. Tetapi apabila kesimpulan yang dikemukakan pada tahap awal,
didukung oleh bukti-bukti yang valid dan konsisten saat peneliti kembali ke
lapangan mengumpulkan data, maka kesimpulan yang dikemukakan merupakan
kesimpulan yang kredibel.[10]
F. Uji Keterpercayaan Data (trushworthines)
Triangulasi terhadap sumber data berarti
membandingkan dan mengecek kembali derajat kepercayaan suatu informasi yang
diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda dalam metode kualitatif.
Triangulasi dengan metode menurut Platton terdapat dua strategi yaitu,
pengecekan derajat kepercayaan penemuan hasil penelitian beberapa teknik
pengumpulan data dan pengecekan derajat kepercayaan beberapa sumber data dengan
metode yang sama.
Triangulasi dengan penyidik ialah dengan jalan
memanfaatkan peneliti atau pengamat lainnya untuk keperluan pengecekan kembali
derajat kepercayaan data. Sedangkan Triangulasi dengan teori menurut Lincoln
dan Guba yaitu berdasarkan anggapan bahwa fakta tertentu tidak dapat diperiksa
derajat kepercayaannya dengan satu atau lebih teori.[11]
BAB IV
HASIL KEGIATAN
PENGABDIAN MASYARAKAT BERBASIS PONDOK PESANTREN
A.
LATAR
BELAKANG
Hasil Penelitian
yang sudah dilakukan, dijelaskan oleh Dr. Vipin Kumar Saini tentang Nanoporus
Materials. Membuat Activated Carbon (Nanoporus) dengan sabuk-sabuk
kelapa tanpa harus membeli di Toko dengan harga mahal yang fungsinya untuk
menyerap bakteri kotoran dalam air. Selain activated carbon, drum bekas sebagai
alat pemasak bisa juga memasak kotoran dari pepohonan seperti ranting pohon, tempurung
dapat juga digunakan untuk bioarang. Kotoran pepohonan seperti dedaunan,
rerumputan yang dikumpul kemudian disiram setiap hari dengan air bisa menjakdi pupuk
kompos sederhana dan murah.
Hasil penelitian
Dr. Vipin Kumar Saini[12]
menarik perhatian peneliti dan sesuai dengan apa yang dibutuhkan oleh Pondok
Pesantren Al-Quran As-Salafiyah Desa Kebon IX Kec. Sungai Gelam Muara Jambi.
Potensi yang dimiliki salah satunya adalah Pondok Pesantren Al-Quran
As-Salafiyah memiliki Kebun sayur-sayuran, pepohonan untuk kayu bakar
rerumputan dan sabuk kelapa sehingga bisa untuk pembuatan activated carbon dan
bioarang, bahannya sudah tersedia sehingga bisa langsung dikelola, karena
selama ini sampah organik dari sayur-sayuran, pepohonan dan rerumputan kurang
dimanfaatkan sebagai hal yang lebih bermanfaat, apalagi Pondok Pesantren
Al-Quran As-Salafiyah selain menyelenggarakan pendidikan di tingkat RA, SDIT
dan SMPIT juga memiliki lembaga kesejahteraan sosial anak (LKSA) lembaga panti
sosial anak bisa diberdayakan dan dikembangkan potensinnya untuk pembuatan
bioarang, kompos dan penyulingan air sederhana.
Sampah[13]
adalah bahan yang tidak mempunyai nilai atau tidak berharga untuk maksud biasa
atau utama dalam pembikinan atau pemakaian barang rusak atau bercacat dalam
pembikinan manufktur atau materi berkelebihan atau ditolak atau buangan. Dalam
Undang-Undang No.81 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Sampah dinyatakan definisi
sampah sebagai sisa kegiatan sehari-hari manusia dan/atau dari proses alam yang
berbentuk padat.[14]
Sampah pada
dasarnya merupakan suatu bahan yang terbuang atau di buang dari suatu sumber
hasil aktivitas manusia maupun proses-proses alam yang tidak mempunyai nilai
ekonomi, bahkan dapat mempunyai nilai ekonomi yang negatif karena dalam penanganannya
baik untuk membuang atau membersihkannya memerlukan biaya yang cukup besar.
Sampah[15]
adalah sesuatu yang tidak berguna lagi, dibuang oleh pemiliknya atau pemakai
semula. Pemerintah bertanggung jawab dalam pengumpulan ulang dan penbuangan
sampah dari pemukiman secara memadai. Namun karena terdapat hal lain yang harus
diprioritaskan dalam pembangunan di daerah serta kurangnya dana penunjang untuk
operasionalisasi pengelolaan persampahan, menjadikan pada beberapa daerah
kegiatan pengelolaan sampah ini tidak seperti yang diharapkan.
Hal ini makin
diperkuat dengan belum diterapkannya prinsip bahwa yang memproduksi barang
harus mengelola sampah dari barang tesebut. Beberapa kondisi umum yang terjadi
dalam pelaksanaan pengelolaan sampah perkotaan selama ini, di mana sampah rumah
tangga oleh masyarakat dikumpulkan dan dibuang ke sebuah tempat pembuangan atau
kontainer yang disediakan oleh pemerintah. Dari sini sampah diangkut oleh truk
ke landfill yang umumnya kurang terkontrol, dimana para pemulung mencari
barang-barang yang dapat didaur ulang.
Pengelolaan
Sampah[16]
adalah kegiatan yang sistematis dan berkesinambungan yang meliputi pengurangan
dan penanganan sampah. Sampah adalah suatu bahan yang terbuang atau dibuang
dari sumber hasil aktivitas manusia maupun proses alam yang belum memiliki
nilai ekonomis. Sementara itu Radyastuti menyatakan bahwa Sampah adalah
sumberdaya yang tidak siap pakai.
Keberadaan
sampah dalam jumlah yang banyak jika tidak dikelola secara baik dan benar, maka
akan menimbulkan gangguan dan dampak terhadap lingkungan, baik dampak terhadap
komponen fisik kimia (kualitas air dan udara), biologi, sosial ekonomi, budaya
dan kesehatan lingkungan. Dampak operasional TPA terhadap lingkungan akan
memicu terjadinya konflik sosial antar komponen masyarakat.Pada tahap
pembuangan akhir/pengolahan, sampah akan mengalami pemrosesan baik secara
fisik, kimia maupun biologis sedemikian hingga tuntas penyelesaian seluruh
proses.
Dalam
kenyataannya, pengelolaan pengolahan sampah dalam kehidupan sehari-hari tidak
seperti yang kita bayangkan. Sampah banyak dijumpai dimana-mana tanpa adanya
pengelolaan yang baik. Pengelolaan yang buruk mengakibatkan pencemaran baik
pencemaran udara, air di dalam dan atas permukaan, tanah, serta munculnya
berbagai macam penyakit yang mengancam kesehatan masyarakat. Sampah sering
menjadi barang tidak berarti bagi manusia, sehingga menyebabkan sikap acuh tak
acuh terhadap keberadaan sampah. Orang sering membuang sampah sembarangan,
seolah-olah mereka tidak memiliki salah apapun. Padahal membuang sampah
merupakan perbuatan tidak menunjukkan kepedulian terhadap lingkungan.
Seperti Produksi
sampah di Jambi berasal dari berbagi sumber mencapai 200 sampai 300 ton
perhari. Saat ini TPA Talang Gulo tak lagi mampu menampung sampah kiriman dari
berbagai Kota Jambi ini. Pemerintah Kota Jambi diminta agar menambah TPA yang
baru. Banyaknya jenis macam sampah di Kota Jambi yang berasal dari
bedengan, pabrik, industri dan juga sampah dari pedagang perumahan, warga
masyarakat. Jumlahnya yang tidak sedikit membutuhkan tempat penampungan yang
memadai. Lebih parahya lagi ada sebagian masyarakat yang membuang sampah
dengan seenaknya saja. Tanpa disadari itu akan menyebabkan masalah dan
mendatangkan berbagi macam penyakit serta mencemari lingkungan.
Pondok Pesantren
Al-Qur’an Salafiyah Kebon IX Muara Jambi
salah satu Ponpes Berada di
Daerah Perkebunan dengan limpahan sampah
organik (dedaunan, ranting dan kau pohon, sabuk-sabuk kelapa, sayur-sayuran)
sehingga sangat perlu untuk dilakukan pendampingan dan pembinaan kepada Ponpes
agar menjadi Pelopor dan Fasilitator bagi masyarakat sekitar untuk mengelola
sampah organik menjadi bermanfaat atau bahkan bernilai ekonomis. Dengan judul “Pengelolaan
Sampah dengan activated carbon dan Bioarang di Pondok Pesantren Al-Qur’an
AS-Salafiyah Kebon IX Muara Jambi.”
B.
KONDISI
DAMPINGAN
1. Pondok
Pesantren Al-Qur’an As-Salafiyah Kebon IX Muara Jambi memiliki usaha Perkebunan
sayur dekat dengan kebon karet warga dan banyak dijumpai sampah-sampah organik.
2. Lokasi
dekat dengan sumber air tetapi airnya masih berbau, masyarakat untuk air minum
membeli Air Isi Ulang sehingga dari segi ekonomi kurang ekonomis dan apabila
digunakan untuk mandi, mencuci piring dan baju masih meninggalkan bau sehingga
harus menggunakan sabun yang cukup banyak (solusinya dengan penggunaan
activated carboon)
3. Masyarakat
ekonomi menengah ke bawah (memasak dengan menggunakan kayu bakar dan ada juga
menggunakan gas LPG 3 Kg tentu kurang ekonomis) bio arang alternatif energi
sebagai solusi jawabannya.
4. Pelaksanaan
pendidikan di Pondok Pesantren Al-Qur’an As-Salafiyah Kebon IX Muara Jambi:
A.
KONDISI
DAMPINGAN YANG DIHARAPKAN
- Pondok Pesantren Al-Qur’an As-Salafiyah Kebon IX Muara Jambi menjadi Pengembangan Usaha Pembuatan Activated Carbon (Untuk mengurangi air berbau) dan Bioarang (Alternatif energi pengganti kayu bakar dan menghemat penggunaan LPG3 Kg).
- Menggerakan elemen Pondok Pesantren Al-Qur’an As-Salafiyah Kebon IX Muara Jambi sebagai pelopor dan fasilitator bagi manyarakat sekitar untuk mengembangkan wast management dengan pengelolaan sampah organik menjadi Activated Carbon dan Bioarang.
- Regulasi yaitu memasukkan mata pelajaran wast management dengan pengelolaan sampah organik menjadi Activated Carbon dan Bioarang dalam kurikulum muatan lokan untuk para santri.
[3] Burhan Bungin, Penelitian Kualitatif Komunikasi, Ekonomi,
Kebijakan Publik dan Ilmu Sosial Lainnya Edisi Kedua (Jakarta: Kencana
Prenada Media Group, 2011), hal. 118.
[6] Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik
(Jakarta: Rineka Cipta, 2013), hal 274.
[8] Sugiyono. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R& D (Bandung: Alfabeta, 2008), hal. 244.
[13]
Kementerian Lingkungan Hidup. 2005.
[14]
Undang-Undang No.18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah.
[15]
Tandjung 1982 dalam Suprihatin, 1999 Tentang Pengertian Sampah.
[16]
Kementrian Lingkungan Hidup. 2007.
[1] Nurul Zuhriah, Metodologi Penelitian
Sosial
dan Pendidikan (Jakarta: Bumi Aksara, 2006), hal. 92.
[2] Lexi J.
Moleong, Metode Penelitian Kualitatif (Bandung : Remaja Rosdakarya,
2014), hal. 3.
[3] Arief Furchan, Pengantar Penelitian dalam Pendidikan
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005), hal. 447.
[4] Husein Umar, Metode Penelitian untuk Skripsi dan Tesis
Bisnis (Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2008), hal. 41.