Friday, June 2, 2017

WASTE MANAGEMENT Oleh Sumarto



ABSTRAK

Judul: “Pengelolaan Sampah dengan activated carbon dan Bioarang di Pondok Pesantren Al-Qur’an AS-Salafiyah Kebon IX  Muara Jambi”

Latar belakang masalah Pondok Pesantren Al-Qur’an Salafiyah berada di daerah Kebun IX Kecamatan Sungai Gelam Kabupaten Muara Jambi adalah daerah dengan penduduk yang bermata pencaharian berkebun sawit, kelapa dan pedagang. STAI Ma’arif Kota Jambi sebagai Institusi Pendidikan Tinggi yang menerapkan Tri Dharma Perguruan Tinggi, menjadi tanggung jawab yang besar untuk melakukan penelitian sebagai bentuk pengabdian kepada masyarakat diantaranya menggerakkan Pondok Pesantren agar produktif. Proposal Pengabdian masyarakat ini mengembangkan dan mempraktekkan hasil penelitian yang sudah dilakukan, dijelaskan oleh Dr. Vipin Kumar Saini tentang Nanoporus Materials. Membuat Activated Carbon (Nanoporus) dengan sabuk-sabuk kelapa tanpa harus membeli di Toko dengan harga mahal yang fungsinya untuk menyerap bakteri kotoran dalam air.
Tujuan Penelitian untuk membentuk COMMUNITY ENGAGEMENT yang berkelanjutan dan bermanfaat bagi masyarakat Kebun IX Kecamatan Sungai Gelam Kabupaten Muara Jambi dan mengetahui mengapa masyarakat Kebun IX Kecamatan Sungai Gelam Muara Jambi mengalami masalah dengan sampah rumah tangga, sumber energi bahan bakar untuk memasak dan penyediaan air bersih dan mengetahui bagaimana penerapan waste management dengan avtivated carbon (nano porus) sebagai penyerap bakteri kotoran dalam air, pembuatan sumber energi alternatif dari bioarang dan kompos untuk penyuburan tanaman.
Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif deskriptif yaitu menggambarkan peristiwa yang terjadi di Pondok Pesantren Al-Qur’an Salafiyah daerah Kebun IX Kecamatan Sungai Gelam Kabupaten Muara Jambi. Sumber data primer dan sekunder yaitu dari pimpinan pondok pesantren, guru, santri dan masyarakat sekitar serta dokumentasi yang ada. Teknik pengumpulan data menggunakan observasi, wawancara dan dokumentasi. Teknik keabsahan data menggunakan triangulasi data.

Kata Kunci: Pengelolaan Sampah, Activated Carbon dan Activated Carbon.



BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah
Sampah adalah bahan yang tidak mempunyai nilai atau tidak berharga untuk maksud biasa atau utama dalam pembikinan atau pemakaian barang rusak atau bercacat dalam pembikinan manufktur atau materi berkelebihan atau ditolak atau buangan (Kementerian Lingkungan Hidup, 2005). Dalam Undang-Undang No.18 tentang Pengelolaan Sampah dinyatakan definisi sampah sebagai sisa kegiatan sehari-hari manusia dan/atau dari proses alam yang berbentuk padat.
Sampah pada dasarnya merupakan suatu bahan yang terbuang atau di buang dari suatu sumber hasil aktivitas manusia maupun proses-proses alam yang tidak mempunyai nilai ekonomi, bahkan dapat mempunyai nilai ekonomi yang negatif karena dalam penanganannya baik untuk membuang atau membersihkannya memerlukan biaya yang cukup besar.
Sampah adalah sesuatu yang tidak berguna lagi, dibuang oleh pemiliknya atau pemakai semula (Tandjung, 1982 dalam Suprihatin, 1999). Pemerintah bertanggung jawab dalam pengumpulan ulang dan penbuangan sampah dari pemukiman secara memadai. Namun karena terdapat hal lain yang harus diprioritaskan dalam pembangunan di daerah serta kurangnya dana penunjang untuk operasionalisasi pengelolaan persampahan, menjadikan pada beberapa daerah kegiatan pengelolaan sampah ini tidak seperti yang diharapkan.
Hal ini makin diperkuat dengan belum diterapkannya prinsip bahwa yang memproduksi barang harus mengelola sampah dari barang tesebut. Beberapa kondisi umum yang terjadi dalam pelaksanaan pengelolaan sampah perkotaan selama ini, di mana sampah rumah tangga oleh masyarakat dikumpulkan dan dibuang ke sebuah tempat pembuangan atau kontainer yang disediakan oleh pemerintah. Dari sini sampah diangkut oleh truk ke landfill yang umumnya kurang terkontrol, dimana para pemulung mencari barang-barang yang dapat didaur ulang. 
Pengelolaan Sampah adalah kegiatan yang sistematis dan berkesinambungan yang meliputi pengurangan dan penanganan sampah (Kementrian Lingkungan Hidup, 2007). Sampah adalah suatu bahan yang terbuang atau dibuang dari sumber hasil aktivitas manusia maupun proses alam yang belum memiliki nilai ekonomis (Suprihatin, 1999). Sementara itu Radyastuti, 1996 (dalam Suprihatin, 1999) menyatakan bahwa Sampah adalah sumberdaya yang tidak siap pakai.
Keberadaan sampah dalam jumlah yang banyak jika tidak dikelola secara baik dan benar, maka akan menimbulkan gangguan dan dampak terhadap lingkungan, baik dampak terhadap komponen fisik kimia (kualitas air dan udara), biologi, sosial ekonomi, budaya dan kesehatan lingkungan. Dampak operasional TPA terhadap lingkungan akan memicu terjadinya konflik sosial antar komponen masyarakat.Pada tahap pembuangan akhir/pengolahan, sampah akan mengalami pemrosesan baik secara fisik, kimia maupun biologis sedemikian hingga tuntas penyelesaian seluruh proses.
Sidik et al (1985) mengemukaan bahwa dua proses pembuangan akhir, yakni: open dumping (penimbunan secara terbuka) dan sanitary landfill (pembuangan secara sehat). Pada sistem open dumping, sampah ditimbun di areal tertentu tanpa membutuhkan tanah penutup, sedangkan pada cara sanitary landfill, sampah ditimbun secara berselang-seling antara lapisan sampah dan lapisan tanah sebagai penutup. Dalam Draf Naskah Akademis Rancangan Undang-Undang Pengelolaan Sampah oleh Japan International Cooperation Agency (JICA) disebut bahwa proses sanitary landfill (pembuangan secara sehat) adalah pembuangan sampah yang didesain, dibangun, dioperasikan dan dipelihara dengan cara menggunakan pengendalian teknis terhadap potensi dampak lingkungan yang timbul dari pengembangan dan operasional fasilitas pengelolaan sampah (JICA 2005).
Metode sanitary landfill ini merupakan salah satu metoda pengolahan sampah terkontrol dengan sistem sanitasi yang baik. Sampah dibuang ke TPA (Tempat Pembuanagan Akhir). Kemudian sampah dipadatkan dengan traktor dan selanjutnya di tutup tanah. Cara ini akan menghilangkan polusi udara. Pada bagian dasar tempat tersebut dilengkapi sistem saluran leachate yang berfungsi sebagai saluran limbah cair sampah atau ke lingkungan. Pada metode sanitary landfill tersebut juga dipasang pipa gas untuk mengalirkan gas hasil aktivitas penguraian sampah.
Defenisi manajemen untuk pengelolaan sampah di negara-negara maju diungkapkan oleh Tchobanoglous dalam Ananta (1989:7), Merupakan gabungan dari kegiatan pengontrolan jumlah sampah yang dihasilkan, pengumpulan, pemindahan, pengangkutan, pengolahan dan penimbunan sampah di TPA yang memenuhi prinsip kesehatan, ekonomi, teknik, konservasi dan mempertimbangan lingkungan yang juga responsif terhadap kondisi masyarakat yang ada.
Dalam kenyataannya, pengelolaan pengolahan sampah dalam kehidupan sehari-hari tidak seperti yang kita bayangkan. Sampah banyak dijumpai dimana-mana tanpa adanya pengelolaan yang baik. Pengelolaan yang buruk mengakibatkan pencemaran baik pencemaran udara, air di dalam dan atas permukaan, tanah, serta munculnya berbagai macam penyakit yang mengancam kesehatan masyarakat. Sampah sering menjadi barang tidak berarti bagi manusia, sehingga menyebabkan sikap acuh tak acuh terhadap keberadaan sampah. Orang sering membuang sampah sembarangan, seolah-olah mereka tidak memiliki salah apapun. Padahal membuang sampah merupakan perbuatan tidak menunjukkan kepedulian terhadap lingkungan.
Pengelolaan sampah dengan activated carbon (porus materials), bioarang dan kompos bukanlah suatu yang baru, tetapi jarang dilakukan oleh setiap rumah tangga yang mana setiap harinya mengeluarkan sampah sebanyak 2 Kg/ hari atau bahkan lebih. Tidak hanya sampah rumah tangga yang menjadi permasalahan tetapi sampah dari rumah makan, perkantoran, sekolah, kampus, perusahaan dan lain sebagainya. Berapa ton sampah/ hari untuk tingkat wilayah pedesaan menjadi problem yang besar apabila tidak ditangani secara baik dan benar.
Kebun IX Kecamatan Sungai Gelam Kabupaten Muara Jambi adalah daerah dengan penduduk yang bermata pencaharian berkebun sawit, kelapa dan pedagang. STAI Ma’arif Kota Jambi sebagai Institusi Pendidikan Tinggi yang berdasarkan Tri Dharma Perguruan Tinggi, menjadi tanggung jawab yang besar bagi civitas akademika STAI Ma’arif untuk menerapkan waste management dengan activated carbon (porus materials), bioarang dan kompos melalui pembinaan kelompok-kelompok rumah tangga di Desa Parit dan Kebun IX, memberikan pencerahan melalui sosialisasi dan praktek langsung di tengah masyarakat tentang pentingnya pengelolaan samapah dengan baik.
Bila dibandingkan secara umum Kota Jambi Produksi sampah di Kota Jambi berasal dari berbagi sumber mencapai 200 sampai 300 ton perhari. Saat ini TPA Talang Gulo tak lagi mampu menampung sampah kiriman dari berbagai Kota Jambi ini. Pemerintah Kota Jambi diminta agar menambah TPA yang baru. Banyaknya jenis macam sampah di Kota Jambi yang berasal dari  bedengan, pabrik, industri dan juga sampah dari pedagang perumahan, warga masyarakat. Jumlahnya yang tidak sedikit membutuhkan tempat penampungan yang memadai. Lebih parahya lagi ada sebagian masyarakat yang membuang sampah  dengan seenaknya saja. Tanpa disadari itu akan menyebabkan masalah dan mendatangkan berbagi macam penyakit serta mencemari lingkungan.
Tingginya penumpukan sampah membuat sebagian besar warga membuang sampah ke sungai dan got. Kondisi demikian membuat sebagian besar wilayah pusat Kota Jambi sering dilanda banjir. Untuk mengatasi kekurangan armada pengangkutan sampah, pihaknya menambah belasan gerobak motor, yang sering dioperasikan hingga larut malam. Gerobak ini untuk mengatasi penumpukan sampah di permukiman warga yang hanya bisa dilalui kendaraan kecil.
Desa Parit dan Kebun IX Kecamatan Sungai Gelam Kabupaten Muara Jambi daerah yang susah air bersih, jangankan untuk air bersih mendapatkan galian sumur untuk keperluan air juga susah karena banyak juga air yang sudah terkontaminasi dengan sampah-sampah dan limbah masyarakat yang ada. Masyarakat Desa Prit dan Kebun IX Kecamatan Sungai Gelam Kabupaten Muara Jambi Kebanyakan membeli air minum galon setiap harinya untuk keperluan minum dan memasak, karena air galian sumur terkadang kurang baik digunakan. Pembelian air minum galon pastinya menambah beban ekonomi bagi setiap rumah tangga dengan pendapatan/ bulan yang dapat dikategorikan ekonomi menengah ke bawah.
Untuk itu perlunya pengetahuan dan praktek bagaimana caranya membuat activated carbon yang berfungsi untuk menyerap bakteri/ kotoran dalam air sehingga bisa digunakan untuk air minum. Mengelola sampah pekarangan rumah tangga untuk membuat bioarang sebagai salah satu alternatif sumber energi. Tidak hanya bioarang sampah dari pepohonan seperti daun, ranting pohon bisa juga digunakan untuk pupuk kompos, sangat penting untuk penyuburan tanah, apalagi masyarakat Desa Prit dan Kebun IX Kecamatan Sungai Gelam Kabupaten Muara Jambi mayoritas berkebun. Sehingga penelitian ini sangat penting untuk dilakukan “Pengelolaan Sampah dengan activated carbon dan Bioarang di Pondok Pesantren Al-Qur’an AS-Salafiyah Kebon IX  Muara Jambi.”

B.     Permasalahan
1.      Mengapa masyarakat Desa Parit dan Kebun IX Kecamatan Sungai Gelam Kabupaten Muara Jambi mengalami masalah dengan sampah rumah tangga, sumber energi bahan bakar untuk memasak dan penyediaan air bersih.
2.      Bagaimana penerapan waste management dengan avtivated carbon (nano porus) sebagai penyerap bakteri kotoran dalam air, pembuatan sumber energi alternatif dari bioarang dan kompos untuk penyuburan tanaman.


C.    Tujuan dan Manfaat Action Plan
1.      Untuk membentuk COMMUNITY ENGAGEMENT yang berkelanjutan dan bermanfaat bagi masyarakat Kebun IX Kecamatan Sungai Gelam Kabupaten Muara Jambi.
2.      Untuk mengetahui mengapa masyarakat Kebun IX Kecamatan Sungai Gelam Kabupaten Muara Jambi mengalami masalah dengan sampah rumah tangga, sumber energi bahan bakar untuk memasak dan penyediaan air bersih.
3.      Untuk mengetahui bagaimana penerapan waste management dengan avtivated carbon (nano porus) sebagai penyerap bakteri kotoran dalam air, pembuatan sumber energi alternatif dari bioarang dan kompos untuk penyuburan tanaman.

D.    Kajian Terdahulu
1.      Penjelasan Hasil Penelitian yang sudah dilakukan, dijelaskan oleh Dr. Vipin Kumar Saini tentang Nanoporus Materials. Membuat Activated Carbon (Nanoporus) dengan sabuk-sabuk kelapa tanpa harus membeli di Toko dengan harga mahal yang fungsinya untuk menyerap bakteri kotoran dalam air. Selain activated carbon, drum bekas sebagai alat pemasak bisa juga memasak kotoran dari pepohonan seperti ranting pohon, tempurung dapat juga digunakan untuk bioarang. Kotoran pepohonan seperti dedaunan, rerumputan yang dikumpul kemudian disiram setiap hari dengan air bisa menjakdi pupuk kompos sederhana dan murah.
2.      Penelitian dari Dwina Archenita, Jajang Atmaja, Hartati  Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Padang Kampus Limau Manis Padang dengan judul Pengelolaan Limbah Daun Kering sebagai Briket untuk Alternatif Pengganti Bahan Bakar Minyak 2010. Hasil Penenlitian Hasil uji coba yang telah dilakukan mendapatkan suatu bahan bakar alternatif yaitu briket bioarang. Briket bioarang adalah gumpalan-gumpalan atau batangan-batangan yang terbuat dari bioarang (bahan lunak). Bioarang merupakan arang (salah satu jenis bahan bakar) yang dibuat dari aneka macam hayati atau biomassa, misalnya kayu, ranting, daun-daunan, rumput, jerami, kertas, ataupun limbah pertanian lainnya yang dapat dikarbonisasi. Bioarang ini dapat digunakan melalui proses pengolahan, salah satunya menjadi briket bioarang. Bioarang sebenarnya termasuk bahan lunak yang dengan proses tertentu diolah menjadi bahan arang keras dengan bentuk tertentu. Kualitas bioarang ini tidak kalah dari bahan bakar jenis arang lainnya. Pembuatan briket dari limbah pertanian dapat dilakukan dengan menambah bahan perekat, dimana bahan baku diarangkan terlebih dahulu kemudian ditumbuk, dicampur perekat, dicetak dengan sistim hidrolik maupun manual dan selanjutnya dikeringkan. Pembuatan briket ini telah pernah diujicobakan pada masyarakat di daerah Jorong Kubang Pipik Kenagarian Koto Tinggi Kecamatan Baso Kabupaten Agam dan daerah Air Paku Kelurahan Sungai Sapih Kota Padang. Dari hasil kegiatan ini masyarakat terlihat sangat antusias sekali untuk mencoba membuatnya dan setelah diuji, briket tersebut berhasil dapat dibakar dan mutunya cukup baik.
3.      Penelitian dari Roni M. Naatonis dengan Judul Sistem Pengelolaan Sampah Berbasis Masyarakat di Kampung Nelayan Oesapa Kupang Program Pascasarjana Magister Teknik Pembangunan Wilayah dan Kota Universitas Diponegoro Semarang 2010. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi keinginan masyarakat kampung nelayan terhadap sistem  pengelolaan sampah berbasis masyarakat dalam pelaksanaan teknik operasional  pengelolaan sampah adanya kerjasama dari masyarakat kampung nelayan dalam  pelaksanaan kegiatan kebersihan lingkungan terutama lingkungan rumah tangga sendiri yang terdiri dari: pelayanan pewadahan sampah individu, pengumpulan sampah,  pemindahan sampah, dan pengangkutan sampah yang dilakukan oleh masyarakat kampung nelayan sendiri ke TPS. Keinginan masyarakat dalam pelaksanaan pengelolaan sampah oleh karena adanya inisiatif atas kesadaran sendiri dengan dorongan hati nurani sendiri dan sosialisasi yang tinggi diantara sesama anggota masyarakat, sehingga keinginan mereka merupakan perwujudan kebersamaan yang merupakan kondisi sosial budaya masyarakat. Pada subsistem pewadahan, sebagian besar masyarakat kampung nelayan (26,92%) sudah mempunyai pewadahan, namun belum memisahkan sampah menurut jenisnya. Sedangkan sistem pengumpulan yang dilakukan petugas kebersihan masih kurang karena 73,08% masyarakat kampung nelayan menyatakan kurang puas. Merumuskan kesimpulan dan rekomendasi berupa penyuluhan maupun pelatihan dan masukan kepada pemerintahKota Kupang tentang penyediaan dan pengelolaan sampah rumah tangga di Kampung Nelayan.
4.      Penelitian dari Sulistyowati dengan judul Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) dalam Pengelolaan Sampah Kota (Studi Akses Masyarakat dalam AMDAL di Lokasi TPA Ngronggo Salatiga) Program Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Surakarta 2006. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendek atan deskriptif kualitatif,  yang dilakukan di lokasi TPA sampah Ngronggo di Kelurahan Kumpulrejo Kota  Salatiga, dengan ruang lingkup masalah dampak lingkungan hidup, terutama yang  berkaitan dengan aspek dampak lingkungan bidang sosial budaya. Variabel penelitian meliputi aspek sosial pengelolaan TPA, AMDAL, tanggapan dan peran serta masyarakat yang dianalisis dari aspek sosial dan hukum. Kegiatan pengelolaan sampah di TPA Ngronggo semula menggunakan sistem open dumping, kemudian setelah dilakukan studi AMDAL sebagaimana dipersyaratkan dalam Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 17 Tahun 2001 menggunakan sistem sanitary landfill, walaupun penerapannya belum sempurna. Peran serta masyarakat sehubungan dengan AMDAL kegiatan TPA Ngronggo terlihat pada kesempatan usaha di TPA. Pemerintah Kota Salatiga secara umum telah memberikan perlindungan hukum terhadap masyarakat sekitar TPA Ngronggo baik pada bidang hukum kesehatan lingkungan, perlindungan lingkungan, dan agraria.
BAB II
LANDASAN TEORI

A.    Landasan Teori
1.      Waste Management (Pengelolaan Sampah)
Sampah merupakan hal yang tak asing bagi semua orang. Baik secara sadar ataupun tidak sadar setiap hari kita menghasilkan berbagai macam jenis sampah. Sampah rumah tangga adalah salah satu jenis sampah yang paling banyak dihasilkan oleh setiap orang. Sampah seharusnya dimanfaatkan, diolah dikelola sesuai dengan prosedur 3R atau Reduce (mengurangi penggunaan barang yang menghasilkan sampah), Reuse (menggunakan kembali barang yang biasa dibuang), dan Recycle (mendaur ulang sampah).
Sampah menurut asal zat yang dikandungnya, secara garis besar sampah dibagi menjadi 2 kelompok yaitu sampah organik dan sampah anorganik. Sampah organik adalah sampah yang berasal dari makhluk hidup, misalnya plastik, kertas, kaca, kaleng, dan besi. Sampah anorganik banyak yang sulit hancur dan sulit diolah. Untuk mengolah sampah ini memerlukan biaya dan teknologi tinggi. Kedua, dilihat dari sumbernya; sampah ini bisa dibedakan menjadi tiga macam, yakni sampah rumah tangga adalah sampah yang dihasilkan dari rumah tangga, sampah industri, meliputi buangan hasil proses indutri, dan sampah makhluk hidup adalah jenis benda buangan dari makhluk hidup. Sampah anorganik yang terbagi menjadi sampah rumah tangga, sampah industri, dan sampah makhluk hidup. Intensitas pencemarannya sangat tinggi dan selanjutnya menimbulkan kerugian untuk masyarakat, sampah rumah tangga misalnya setiap hari kita diposisikan sebagai produsen sampah yang senantiasa memproduksi sampah terus-menerus.
Manajemen untuk pengelolaan sampah di negara-negara maju diungkapkan oleh Tchobanoglous dalam Ananta (1989:7), Merupakan gabungan dari kegiatan pengontrolan jumlah sampah yang dihasilkan, pengumpulan, pemindahan, pengangkutan, pengolahan dan penimbunan sampah di TPA yang memenuhi prinsip kesehatan, ekonomi, teknik, konservasi dan mempertimbangan lingkungan yang juga responsif terhadap kondisi masyarakat yang ada.
Pengertian manajemen yang paling sederhana adalah seni memperoleh hasil melalui berbagai kegiatan yang dilakukan oleh orang lain. Menurut John D Millet, manajemen ialah suatu proses pengarahan dan pemberian fasilitas kerja kepada orang-orang yang telah diorganisasi dalam kelompok-kelompok formal yang mencapai tujuan yang diharapkan. James F. Stoner berpendapat bahwa manajemen merupakan proses perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengawasan para anggota dan sumber daya lainnya untuk mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan.  Menurut George R. Terry bahwa manajemen adalah pencapaian tujuan yang ditetapkan terlebih dahulu dengan mempergunakan atau mempekerjakan orang lain.
Dari beberapa definisi tersebut bisa dipetakan kepada tiga hal, yaitu; Pertama, manajemen sebagai ilmu pengetahuan bahwa manajemen memerlukan ilmu pengetahuan. Kedua, manajemen sebagai seni dimana menajer harus memiliki seni atau keterampilan memanej. Ketiga, manajemen sebagai profesi, bahwa manajer yang profesiaonal yang bisa memanej secara efektif dan efesien.
Menurut S. Mahmud Al-Hawary manajemen (Al-Idarah) ialah mengetahui kemana yang dituju, kesukaran apa yang harus dihindari, kekuatan-kekuatan apa yang dijalankan dan bagaimana mengemudikan kapal anda serta anggota dengan sebaik-baiknya tanpa pemborosan waktu dalam proses mengerjakannya. Pertama (التخطيط) atau planning yaitu perencanaan atau gambaran dari sesuatu kegiatan yang akan dilaksanakan dan dengan mengunakan metode tertentu. Sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW yang artinya: “Sesungguhnya Allah sangat mencintai orang yang jika melakukan sesuatu pekerjaan, dilakukan secara itqan (tepat, tearah, jelas dan tuntas. (HR. Thabrani).” Dalam Al-Qur’an Allah SWT berfirman: Artinya: Maka apabila kamu telah selesai (dari suatu urusan) kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain. Dan hanya kepada Tuhanlah hendaknya kamu berharap. (Q.S: Al-Insyirah; 7-8).

Setiap apa yang diperbuat oleh manusia maka ia harus mempertanggung jawabkannya. Agama mengajarkan umatnya untuk membuat perencanaan yang matang dan itqan, karena setiap pekerjaan akan menimbulkan sebab akibat. Adanya perencanaan yang baik akan menimbulkan hasil yang baik juga sehingga akan disenangi oleh Allah. Tentunya penilaian yang paling utama hanya penilaian yang datangnya dari Allah SWT. Kedua, (التنظيم) atau organization merupakan wadah tetang fungsi setiap orang, hubungan kerja baik secara vertikal atau horizontal. Dalam Qur’an Surat Ali Imran ayat 103, Allah berfirman:

Artinya: Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah dan janganlah kamu bercerai berai dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah, orang-orang yang bersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari padanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk.

Ayat di atas menunjukkan bahwa organisasi merupakan kumpulan orang-orang yang bisa diorganisir dengan baik. Maka hendaknya bersatu-padulah dalam bekerja dan memegang komitmen untuk menggapai cita-cita dalam satu payung organisasi dimaksud. Allah berfirman dalam Qur’an Surat Al-Baqarah. 286:

Artinya: Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya. (mereka berdoa): "Ya Tuhan Kami, janganlah Engkau hukum Kami jika Kami lupa atau Kami tersalah. Ya Tuhan Kami, janganlah Engkau bebankan kepada Kami beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang sebelum kami. Ya Tuhan Kami, janganlah Engkau pikulkan kepada Kami apa yang tak sanggup Kami memikulnya. beri ma'aflah kami; ampunilah kami; dan rahmatilah kami. Engkaulah penolong Kami, Maka tolonglah Kami terhadap kaum yang kafir."

Kerja yang dilakukan harus disesuaikan dengan kemampuan yang dimiliki olah masing-masing individu. Menyatukan langkah yang berbeda-beda tersebut perlu ketelatenan mengorganisir sehingga bisa berkompetitif dalam berkarya. Di samping ayat di atas, Sayyidina Ali bin Abi Thalib membuat statement yang terkenal yaitu (الحق بلا نظام يغلبه الباطل بنظام) Artinya: Kebenaran yang tidak terorganisasi dengan rapi, dapat dikalahkan oleh kebatilan yang diorganisasi dengan baik.
Statement Sayyidina Ali merupakan pernyataan yang realistis untuk dijadikan rujukan umat Islam. Hancurnya suatu institusi yang terjadi saat ini karena belum berjalanannya ranah organisasi dengan menggunakan manajemen yang benar secara maksimal. Ketiga, (التنسيق) atau coordination, upaya untuk mencapai hasil yang baik dengan seimbang, termasuk di antara langkah-langkah bersama untuk mengaplikasikan planning dengan mengharapkan tujuan yang diharapkan, sebagaimana firman Allah SWT dalam Qur’an Surat Al-Baqarah. 208:

Artinya: Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu.
Apabila manusia ingin mendapat predikat iman maka secara totalitas harus melebur dengan peraturan Islam. Iman bila diumpamakan dengan manusia yang ideal dan Islam sebagai planning dan aturan-aturan yang mengikat bagi manusia, maka tercapainya tujuan yang mulia, memerlukan adanya kordinasi yang baik dan efektif sehingga akan mencapai kepada tujuan ideal. Cobaan dan kendala merupakan keniscayaan, namun dengan manusia tenggelam dalam lautan Islam (kedamaian, kerjasama dan hal-hal baik lainnya) akan terlepas dari kendala-kendala yang siap mengancam.
Keempat, (الرقابة) atau controling, pengamatan dan penelitian terhadap jalannya planning. Dalam pandangan Islam menjadi syarat mutlak bagi pimpinan untuk lebih baik dari anggotanya, sehingga kontrol yang ia lakukan akan efektif. Allah SWT berfirman Qur’an Surat Ash-Shoff: 1 dan Qur’an Surat At-Tahrim: 6:

Artinya: Wahai orang-orang yang beriman, kenapakah kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan? (Surat Ash-Shoff: 1).


Artinya: Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan. (Qur’an Surat At-Tahrim: 6).

Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 81 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Rumah Tangga, yang dimaksud dengan sampah rumah tangga adalah sampah yang berasal dari kegiatan sehari-hari dalam rumah tangga yang tidak termasuk tinja dan sampah spesifik. Sampah rumah tangga pertama-tama dapat dikelola dengan cara dipilah. Pemilahan yang dimaksud adalah kegiatan mengelompokkan sampah menjadi sedikitnya lima jenis sampah yang terdiri atas: a) sampah yang mengandung bahan berbahaya; b) sampah yang mudah terurai; c) sampah yang dapat digunakan kembali; d) sampah yang dapat didaur ulang; dan 5) sampah lainnya. Peraturan Pemerintah Nomor 81 Tahun 2012 ini diharapkan dapat mewujudkan pengelolaan sampah yang berwawasan lingkungan. Pengelolaan sampah rumah tangga diharapkan bertumpu pada penerapan 3R dalam rangka penghematan sumber daya alam, penghematan energi, pengembangan energi alternatif dari pengolahan sampah, perlindungan lingkungan, dan pengendalian pencemaran.
Sampah yang sering dihasilkan oleh rumah tangga berupa sampah sisa makanan, sampah kertas, sampah botol bekas, sampah kemasan, dan sampah plastik. Berdasarkan sifatnya, sampah sisa makanan dan sampah kertas dapat digolongkan menjadi sampah organik karena sampah-sampah tersebut dapat terdegradasi secara alami dalam waktu yang relatif singkat. Sedangkan sampah seperti botol bekas, kemasan, dan plastik adalah sampah yang sulit terurai secara alami sehingga membutuhkan waktu yang sangat lama untuk dapat didegradasi.
Menurut Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah (UUPS), yang dimaksud dengan sampah adalah adalah sisa kegiatan sehari-hari manusia dan/atau proses alam yang berbentuk padat. Sampah yang merupakan sisa dari kegiatan manusia harus dikelola agar tidak menimbulkan pencemaran lingkungan dan gangguan kesehatan. Pengelolaan sampah adalah kegiatan yang sistematis, menyeluruh, dan berkesinambungan yang meliputi pengurangan dan penanganan sampah.
Pengurangan sampah yang dimaksud dalam UUPS meliputi kegiatan pembatasan timbulan sampah, pendauran ulang sampah, dan pemanfaatan kembali sampah. Untuk dapat mewujudkan kegiatan-kegiatan ini, masyarakat dan para pelaku usaha dalam melaksanakan kegiatannya diharapkan dapat menggunakan bahan yang menimbulkan sampah sedikit mungkin, dapat digunakan kembali, dapat didaur ulang, dan mudah diurai oleh proses alam. Penanganan sampah yang dimaksud dalam UUPS adalah kegiatan yang diawali dengan pemilahan dalam bentuk pengelompokkan dan pemisahan sampah sesuai dengan jenis, jumlah, dan sifat sampah. Langkah selanjutnya adalah pengumpulan dan pemindahan sampah dari sumber sampah ke tempat penampungan sementara, dan pengangkutan sampah dari tempat penampungan sampah sementara menuju ke tempat pemrosesan akhir. Kemudian sampah yang telah terkumpul di tempat pemrosesan akhir dikelola dengan cara mengubah karakteristik, komposisi, dan jumlah sampah dan/atau diproses untuk mengembalikan hasil pengolahan sebelumnya ke media lingkungan secara aman.
Secara umum pengelolaan sampah di perkotaan dilakukan melalui 3 tahapan kegiatan, yakni pengumpulan, pengangkutan dan pembuangan akhir. Aboejoewono (1985) dalam Alfiandra (2009) menggambarkan secara sederhana tahapan-tahapan dari proses kegiatan dalam pengelolaan sampah sebagai ialah (a) pengumpulan, diartikan sebagai pengelolaan sampah dari tempat asalnya sampai ke tempat pembuangan sementara sebelum menuju tahapan berikutnya. Pada tahapan ini digunakan sarana bantuan berupa tong sampah, bak sampah, peti kemas sampah, gerobak dorong, atau tempat pembuangan sementara. Untuk melakukan pengumpulan, umumnya melibatkan sejumlah tenaga yang mengumpulkan sampah setiap periode waktu tertentu; (b) pengangkutan, yaitu mengangkut sampah dengan menggunakan sarana bantuan berupa alat transportasi tertentu ke tempat pembuangan akhir/pengolahan. Pada tahapan ini juga melibatkan tenaga yang pada periode waktu tertentu mengangkut sampah dari tempat pembuangan sementara ke tempat pembuangan akhir (TPA); (c) pembuangan akhir, di mana sampah akan mengalami pemrosesan baik secara fisik, kimia maupun biologis hingga tuntas penyelesaian seluruh proses.
Menurt Yolarita (2011), paradigma baru dalam pengelolaan sampah lebih menekankan pada pengurangan sampah dari sumber untuk mengurangi jumlah timbulan sampah serta mengurangi dampak negatif yang ditimbulkan dari sampah. Maka dari itu, prinsip 3R sejalan dengan pengelolaan sampah yang menitikberatkan pada pengurangan sampah dari sumbernya. Departemen Pekerjaan Umum (2007) menjelaskan bahwa prinsip 3R dapat diuraikan sebagai berikut.

a.       Prinsip pertama adalah reduce atau reduksi sampah, yaitu upaya untuk mengurangi timbulan sampah di lingkungan sumber dan bahkan dapat dilakukan sejak sebelum sampah dihasilkan. Setiap sumber dapat melakukan upaya reduksi sampah dengan cara mengubah pola hidup konsumtif, yaitu perubahan kebiasaan dari yang boros dan menghasilkan banyak sampah menjadi hemat/efisien dan hanya menghasilkan sedikit sampah.
b.      Prinsip kedua adalah reuse yang berarti menggunakan kembali bahan atau material agar tidak menjadi sampah (tanpa melalui proses pengolahan), seperti menggunakan kertas bolak balik, menggunakan kembali botol bekas minuman untuk tempat air, dan lain-lain. Dengan demikian reuse akan memperpanjang usia penggunaan barang melalui perawatan dan pemanfaatan kembali barang secara langsung.
c.       Prinsip ke tiga adalah recycle yang berarti mendaur ulang suatu bahan yang sudah tidak berguna menjadi bahan lain atau barang yang baru setelah melalui proses pengolahan. Beberapa sampah dapat didaur ulang secara langsung oleh masyarakat dengan menggunakan teknologi dan alat yang sederhana, seperti mengolah sisa kain perca menjadi selimut, kain lap, keset kaki dan sebagainya, atau sampah dapur yang berupa sisa-sisa makanan untuk dijadikan kompos.

Sistem pengelolaan sampah yang selama ini diterapkan di Indonesia adalah dikumpulkan, ditampung di Tempat Penampungan Sementara (TPS) dan akhirnya dibuang ke tempat penampungan akhir (TPA). Pola operasional konvensional ini dapat menyebabkan terjadinya penumpukan sampah di rumah tangga, TPS dan TPA. Oleh karena itu, prinsip 3R yang diterapkan langsung mulai dari sumber sampah menjadi sangat penting karena dapat membantu mempermudah proses pegelolaan sampah. Pemilahan sampah yang dilakukan sebagai bagian dari penerapan 3R akan mempermudah teknik pengolahan sampah selanjutnya. Kegiatan pemilahan sampah memiliki keuntungan yaitu efisiensi sampah menjadi bentuk baru yang lebih bermanfaat. Keuntungan lain dari kegiatain ini adalah dapat memangkas biaya petugas dan transportasi pengangkut sampah serta mengurangi beban TPA dalam menampung sampah (Yolarita 2011).
Dari beberapa pengertian yang telah dipaparkan di atas, dapat disimpulkan bahwa pengelolaan sampah merupakan kegiatan bertahap yang pada dasarnya dilakukan untuk mengolah sampah agar dapat diproses menjadi bentuk lain yang memberikan manfaat dan tidak berbahaya bagi lingkungan. Pengelolaan sampah yang dimaksud pada penelitian ini adalah kegiatan pengelolaan sampah yang dilakukan pada tingkat rumah tangga, berupa pengurangan pemakaian bahan yang sulit terurai, pemilahan sampah, pemindahan sampah dari sumber sampah ke tempat penampungan sementara, pemanfaatan kembali sampah, serta kegiatan kebersihan seperti gotong royong untuk kerja bakti di lingkungan tempat tinggal.
Partisipasi masyarakat adalah keterlibatan masyarakat dalam menentukan arah, strategi dalam kebijakan kegiatan, memikul beban dalam pelaksanaan kegiatan, dan memetik hasil dan manfaat kegiatan secara merata. Partisipasi juga berarti memberi sumbangan dan turut serta menentukan arah atau tujuan yang akan dicapai, yang lebih ditekankan pada hak dan kewajiban bagi setiap orang (Tjokroamidjojo 1990 dalam Manurung 2008). Koentjaraningrat (1991) berpendapat bahwa partisipasi berarti memberi sumbangan dan turut serta menentukan arah dan tujuan pembangunan, yang ditekankan bahwa partisipasi adalah hak dan kewajiban bagi setiap masyarakat.
Wibisono (1989) dalam Alfiandra (2009) menjelaskan bahwa partisipasi masyarakat sering diartikan sebagai keikutsertaan, keterlibatan dan kesamaan anggota masyarakat dalam suatu kegiatan tertentu baik secara langsung maupun tidak langsung, sejak dari gagasan, perumusan kebijakan, pelaksanaan program dan evaluasi. Partisipasi secara langsung berarti anggota masyarakat ikut memberikan bantuan tenaga dalam kegiatan yang dilaksanakan, sedangkan partisipasi tidak langsung dapat berupa sumbangan pemikiran, pendanaan, dan material yang diperlukan.
Menurut Walgito (1999) dalam Alfiandra (2009), partisipasi masyarakat memiliki hubungan yang erat antara individu satu dengan individu yang lain atau sebaliknya, terdapat hubungan yang bersifat timbal balik dan saling mempengaruhi. Hubungan tersebut terdapat di antara individu dengan individu, individu dengan kelompok atau kelompok dengan kelompok. Pada umumnya, dapat dikatakan bahwa tanpa partisipasi masyarakat maka setiap kegiatan pembangunan akan kurang berhasil.
Dalam konteks pengelolaan sampah, partisipasi masyarakat dapat berupa pemilahan antara sampah organik dan sampah anorganik dalam proses pewadahan, atau melalui pembuatan kompos dalam skala keluarga dan mengurangi penggunaan barang yang tidak mudah terurai (Yolarita 2011). Candra (2012) mengungkapkan bahwa konsep partisipasi dapat diukur melalui tahap perencanaan, tahap pelaksanaan, dan tahap pemanfaatan. Bila dikaitkan dengan pengelolaan sampah, maka partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sampah tidak hanya dilihat dari ikut sertanya masyarakat dalam proses pelaksanaan mengelola sampah, tetapi juga ikut serta menjadi anggota organisasi yang berkaitan dengan masalah sampah yang berperan dalam merencanakan sistem pengelolaan sampah yang baik.
Yuliastuti et al. (2013) menambahkan bahwa partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sampah dapat berupa partisipasi secara tidak langsung. Yang dimaksud dengan partisipasi tidak langsung ini adalah keterlibatan masyarakat dalam masalah keuangan, yaitu partisipasi dalam pengelolaan sampah dengan cara melakukan pembayaran retribusi pelayanan persampahan melalui dinas terkait yang secara langsung memberikan pelayanan dalam kebersihan. Dalam penelitian Manurung (2008), salah satu bentuk partisipasi terhadap pengelolaan sampah juga dapat dilihat dari kesediaan membayar (willingness to pay) untuk peningkatan fasilitas pengelolaan sampah agar kebersihan dan kualitas lingkungan tetap terjaga.
Dari berbagai penjelasan yang telah dipaparkan di atas, dapat disimpulkan bahwa partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sampah merupakan keterlibatan masyarakat secara langsung maupun tidak langsung dalam upaya mengelola sampah menjadi suatu benda lain yang memilki manfaat. Banyak cara yang dapat dilakukan oleh masyarakat untuk berpartisipasi dalam pengelolaan sampah, baik dalam bentuk sumbangan tenaga, ide, pikiran, maupun materi. Partisipasi merupakan modal yang penting bagi program pengelolaan sampah untuk dapat berhasil mengatasi permasalahan mengenai sampah rumah tangga yang banyak terdapat di lingkungan masyarakat, terutama di perkotaan. Partisipasi yang dilakukan masyarakat dalam pengelolaan sampah tidak terlepas dari karakteristik individu maupun pengaruh dari lingkungan eksternal individu. Terdapat berbagai faktor yang mempengaruhi masyarakat dalam partisipasinya terhadap pengelolaan sampah, di antaranya sebagai berikut:
a.       Tingkat pendidikan
Tingkat pendidikan masyarakat berhubungan dengan tingkat partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sampah. Penelitian yang dilakukan oleh dan Mulyadi et al. (2010) menunjukkan bahwa tingkat pendidikan sangat berpengaruh terhadap partisipasi masyarakat dalam mengelola sampah. Semakin tinggi pengetahuan yang dimiliki oleh masyarakat mengenai pengelolaan sampah, maka akan semakin tinggi tingkat partisipasi masyarakat karena masyarakat semakin sadar akan pentingnya kebersihan lingkungan di tempat mereka tinggal.
b.      Pengetahuan
Pengetahuan yang dimiliki masyarakat mengenai pengelolaan sampah merupakan faktor yang mempengaruhi partisipasi masyarakat dalam mengelola sampah. Berdasarkan hasil penelitian Riswan et al. (2011), pengetahuan masyarakat mengenai pengelolaan sampah akan menentukan tingkat partisipasi masyarakat dalam mengelola sampah untuk menjaga kebersihan lingkungannya.
c.       Persepsi
Persepsi masyarakat terhadap lingkungan yang sehat dan bersih berpengaruh pada partisipasi masyarakat dalam menjaga kebersihan lingkungan dari sampah. Penelitian yang dilakukan oleh Hermawan (2005) menunjukkan bahwa semakin baik persepsi ibu-ibu rumah tangga terhadap kebersihan lingkungan, maka semakin baik partisipasi mereka dalam menjaga kebersihan lingkungan. Penelitian Manurung (2008) juga menunjukkan hasil yang sama, siswa yang memiliki persepsi bahwa lingkungan bersih merupakan hal yang penting akan cenderung berpartisipasi dalam menjaga kebersihan lingkungan. Selain itu, penelitian yang dilakukan oleh Dewi dan Hapsari (2012) mengenai persepsi dan partisipasi menunjukkan bahwa persepsi memiliki hubungan langsung dengan tingkat partisipasi masyarakat.


d.      Pendapatan
Pendapatan berkaitan dengan partisipasi masyarakat secara tidak langsung dalam pengelolaan sampah. Kegiatan pengelolaan sampah memerlukan biaya operasional, seperti contohnya dalam pengangkutan sampah menuju TPA untuk diolah. Begitu pula dengan pelayanan lainnya untuk menjaga kebersihan lingkungan. Biaya operasional tersebut diperoleh dari pembayaran retribusi yang dilakukan oleh masyarakat. Oleh karena itu, pendapatan masyarakat berhubungan dengan tingkat partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sampah. Penelitian Yuliastusi et al. (2011) menunjukkan bahwa pendapatan yang diperoleh dari pekerjaan masyarakat berpengaruh pada tingkat partisipasinya terhadap pengelolaan sampah.
e.       Peran Pemerintah / Tokoh Masyarakat
Peran pemerintah ataupun tokoh masyarakat berkaitan dengan sosialisasi dan penyebaran informasi mengenai pengelolaan sampah. Sosialisasi ini akan memberikan pemahaman kepada masyarakat bahwa pengelolaan sampah sebaiknya dilakukan oleh setiap individu agar masalah mengenai sampah dapat diatasi mulai dari akarnya, yaitu sumber penghasil sampah. Selain itu, peran pemerintah/tokoh masyarakat juga berkaitan dengan pengawasan tindakan pengelolaan sampah pada tingkat rumah tangga. Penelitian yang dilakukan oleh Mulyadi et al. (2010) membuktikan bahwa peran serta pemerintah daerah mempunyai hubungan yang kuat dengan pengelolaan sampah di Kota Tembilahan. Selain itu, penelitian Yolarita (2011) juga menunjukkan bahwa tokoh masyarakat juga berperan dalam memberikan informasi dan motivasi dalam menerapkan prinsip 3R dalam pengelolaan sampah.
f.       Sarana dan prasarana
Sarana dan prasana dalam pengelolaan sampah berkaitan dengan fasilitas yang ada yang berguna untuk membantu proses pengelolaan sampah. Contohnya adalah tong sampah yang memisahkan sampah organik dan sampah nonorganik ataupun fasilitas pengangkutan sampah rutin oleh petugas. Penelitian yang dilakukan oleh Yolarita (2011) menunjukkan bahwa minimnya sarana dan prasarana pengelolaan sampah merupakan salah satu faktor yang membuat partisipasi masyarakat kurang.

Di antara berbagai faktor yang telah dijelaskan, penelitian ini memusatkan perhatian pada faktor persepsi. Masih terdapat keraguan pada faktor tersebut karena penelitian yang dilakukan oleh Budiman et al. (2013) menunjukkan bahwa persepsi bukan merupakan faktor yang mempengaruhi partisipasi masyarakat. Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian-penelitian yang lain sehingga diperlukan penelitian lebih lanjut untuk dapat membuktikan hal tersebut.
Selain itu, pada dasarnya dalam melakukan suatu kegiatan tertentu, individu sangat dipengaruhi oleh kondisi dari individu tersebut sebagai subjek yang akan melakukan kegiatan. Kondisi tersebut terdiri dari kondisi fisiologis (keadaan fisik, panca indera, kesehatan) dan kondisi psikologis, di mana persepsi memainkan peranan penting dalam menentukan kondisi psikologis (Sunaryo 2004). Oleh karena itu, penulis berasumsi bahwa partisipasi akan sulit tercipta ketika kondisi psikologis individu dalam hal ini persepsinya terhadap suatu kegiatan tidak dalam kondisi yang baik. Persepsi menjadi sesuatu yang melandasi masyarakat untuk turut berpartisipasi dalam pengelolaan sampah. Faktor-faktor internal maupun eksternal individu akan terlebih dahulu mempengaruhi persepsi, sebelum akhirnya memunculkan partisipasi terhadap suatu kegiatan. Dengan begitu, faktor internal dan eksternal individu berhubungan secara langsung dengan persepsi dan berhubungan secara tidak langsung dengan partisipasi. Penjelasan mengenai persepsi akan dibahas lebih dalam pada subbab berikut.
Persepsi merupakan salah satu aspek psikologis yang penting bagi manusia dalam merespon kehadiran berbagai aspek dan gejala di sekitarnya. Persepsi mengandung pengertian yang sangat luas. Berbagai ahli telah memberikan definisi yang beragam tentang persepsi, walaupun pada prinsipnya mengandung makna yang sama. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, persepsi adalah tanggapan (penerimaan) langsung dari sesuatu dan merupakan proses seseorang mengetahui beberapa hal melalui panca inderanya.
Persepsi pada dasarnya menyangkut proses informasi pada diri seseorang dalam hubungannya dengan objek stimulus. Dengan demikian persepsi merupakan gambaran arti atau interprestasi yang bersifat subjektif, artinya persepsi sangat bergantung pada kemampuan dan keadaan diri yang bersangkutan. Dalam kamus psikologi persepsi diartikan sebagai proses pengamatan seseorang terhadap segala sesuatu di lingkungannya dengan menggunakan indera yang dimilikinya, sehingga menjadi sadar terhadap segala sesuatu yang ada di lingkungan tersebut (Dali 1982 dalam Hermawan 2005).
Persepsi yang dihasilkan setiap orang dapat berbeda untuk stimuli yang sama. Menurut Sarwono (1995), perbedaan persepsi dapat terjadi karena ada lima faktor yang berpengaruh terhadap pembentukan persepsi. Faktor-faktor tersebut adalah budaya, status sosial ekonomi, usia, agama, dan interaksi antara peran gender, desa/kota, dan suku. Selanjutnya Krech dan Cruthcfield dalam Rakhmat (1996) menjelaskan bahwa perbedaan persepsi bisa terjadi karena terdapat empat prinsip dasar dalam proses pembentukan persepsi, yaitu:
a.    Persepsi dipengaruhi oleh karakteristik orang yang memberikan respons pada stimuli yang diterima. Artinya seseorang akan memberikan sesuatu arti tertentu terhadap stimulus yang dihadapinya, walaupun arti dan maksud stimulus tidak sesuai dengan arti persepsi orang tersebut
b.    Persepsi bersifat selektif secara fungsional, di mana seseorang dalam mempersepsikan suatu stimulus melalui proses pemilihan
c.    Persepsi yang selalu diorganisasikan dan diberi arti memiliki suatu medan kesadaran yang memberi struktur terhadap gambaran yang muncul kemudian. Di samping itu, keadaan lingkungan sosial seseorang akan mempengaruhi proses pembentukan persepsi
d.   Persepsi ditentukan oleh sifat-sifat struktur secara keseluruhan. Jika individu dianggap sebagai anggota kelompok, semua sifat individu yang berkaitan dengan sifat kelompok dipengaruhi oleh keanggotaan kelompoknya melalui pembauran

Sugihartono et al. (2007) mengemukakan bahwa persepsi adalah kemampuan otak dalam menerjemahkan stimulus yang masuk ke dalam alat indera manusia. Dalam persepsi manusia, terdapat perbedaan sudut pandang dalam penginderaan. Ada yang mempersepsikan sesuatu itu baik atau buruk. Persepsi positif maupun persepsi negatif akan mempengaruhi tindakan manusia yang tampak atau nyata.
Persepsi pada hakikatnya adalah proses kognitif yang dialami setiap orang di dalam memahami informasi tentang lingkungan, baik melalui penglihatan, pendengaran, penghayatan, perasaan, dan penciuman (Sarwono 1999). Sarwono menjelaskan bahwa persepsi seseorang dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Faktor internal adalah faktor-faktor yang terdapat dalam diri individu, seperti jenis kelamin, perbedaan generasi (usia), tingkat pendidikan, dan tingkat pengetahuan. Sedangkan faktor eksternal merupakan faktor yang berasal dari lingkungan di luar yang mempengaruhi persepsi seseorang, seperti lingkungan sosial budaya, interaksi antar individu, dan media komunikasi di mana seseorang memperoleh informasi tentang sesuatu.
Menurut Manurung (2008), persepsi adalah suatu pandangan yang diberikan oleh seseorang terhadap suatu objek, gejala maupun peristiwa, yang dilakukan individu yang bersangkutan secara sengaja dengan cara menghubungkan objek, gejala atau peristiwa tersebut dengan pengetahuan yang diperoleh dari pendidikan, pengalaman, sistem kepercayaan, adat istiadat yang dimilikinya. Menurut Asngari (1984) dalam Harihanto (2001), persepsi seseorang terhadap lingkunganya merupakan faktor penting karena akan berlanjut dalam menentukan tindakan individu tersebut. Persepsi yang benar terhadap suatu obyek diperlukan, karena persepsi merupakan dasar pembentukan sikap dan perilaku.
Tinjauan terhadap konsep persepsi, khususnya untuk objek-objek lingkungan dapat dikaji melalui dua pendekatan, yaitu (1) melalui pendekatan konvensional dan (2) pendekatan ekologis terhadap lingkungan. Menurut Backler dalam Abdurachman (1988), hubungan manusia dengan lingkungan merupakan titik tolak dan merupakan sumber informasi sehingga individu menjadi seorang pengambil keputusan. Keputusan inilah yang pada akhirnya menentukan tindakan dari seorang individu terhadap lingkungannya. Berasal dari pemahaman ini, Hermawan (2005) mendefinisikan persepsi terhadap lingkungan sebagai gambaran, pemahaman atau pandangan individu dalam memelihara kebersihan lingkungan yang berkenaan dengan segenap unsur yang terdapat dalam lingkungan, khususnya yang menyangkut limbah rumah tangga.
Berdasarkan pemaparan di atas, dapat disimpulkan bahwa persepsi masyarakat dalam konteks pengelolaan sampah merupakan pendangan masyarakat mengenai pentingnya pengelolaan sampah, yang kemudian mendorong perilaku masyarakat dalam mengelola sampah agar kebersihan lingkungan dapat terus terjaga. Persepsi masyarakat menjadi salah satu penentu tingkat partisipasi masyarakat karena persepsi merupakan proses psikologis yang tidak terlepas dari diri masing-masing individu yang berfungsi membentuk sikap dan menentukan keputusan untuk bertindak. Apabila persepsi masyarakat terhadap pengelolaan sampah baik, maka partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sampah akan meningkat.
Faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi masyarakat berasal dari dalam diri individu dan hubungannya dengan lingkungan di mana ia tinggal. Faktor yang berasal dari dalam individu berupa usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, pekerjaan, pendapatan, pengetahuan dan pegalaman. Dalam hal ini, yang dimaksud dengan pengetahuan adalah pengetahuan masyarakat tentang cara mengelola sampah, sedangkan pengalaman adalah apa yang pernah di alami pada masa lalu yang berkaitan dengan pengelolaan sampah, seperti proses pembelajaran cara-cara mengolah sampah pada suatu penyuluhan ataupun praktik pengelolaan sampah yang sudah pernah dilakukan oleh masyarakat. Faktor yang berasal dari lingkungan eksternal individu berupa hubungan individu tersebut terhadap lingkungan sosialnya, dalam hal ini berupa pemerintah/tokoh masyarakat yang berperan untuk menyebarluaskan informasi mengenai pengelolaan sampah. Selain itu, sarana dan prasarana yang tersedia juga memberi pengaruh kepada persepsi masyarakat untuk berpartisipasi dalam pengelolaan sampah.


2.      Bioarang (Alternatif Sumber Energi)
Kegiatan yang dapat dilakukan dengan pengelolan sampah rumah tangga, memanfaatkan ranting pohon, dedaunan dan tempurung kelapa yang dimasak dalam drum bekas sehingga menghasilkan bioarang. Bahan baku yang disiapkan adalah sampah daun-daun kering dari pohon. Bahan tersebut dikumpulkan dan dibersihkan dari material-material yang tidak berguna seperti batu serta material logam lainnya.


Proses Karbonisasi Untuk mengarangkan bahan, dapat menggunakan drum bekas yang telah bersih. Ukuran drum minimal adalah tinggi 85 cm dengan diameter 55 cm. Drum tersebut terlebih dahulu diberi lubang-lubang kecil dengan paku pada bagian dasar agar tetap ada udara yang masuk ke dalam drum, atau bisa juga dibuat lubang pada bagian tengah alas drum (diameter lubang 25 cm). Selanjutnya seluruh bahan dimasukkan ke dalam drum dan api dinyalakan.


3.      Activated Carbon (Nano Porus) Air Bersih
Definisi arang aktif (activated carbon) berdasarkan pada pola strukturnya adalah suatu bahan yang berupa karbon amorf yang sebagian besar terdiri dari karbon bebas serta memiliki permukaan dalam sehingga memiliki daya serap yang tinggi. Pada proses industri arang aktif digunakan sebagai bahan pembantu dan dalam kehidupan sehari-hari. arang aktif semakin meningkat kebutuhannya baik didalam maupun luar negeri. Arang aktif memegang peranan yang sangat penting baik sebagai bahan baku maupun sebagai bahan pembantu pada proses industri dalam meningkatkan kualitas atau mutu produk yang dihasilkan. Banyaknya bermunculan proses industri didalam dan diluar negeri semakin banyak pula kebutuhan arang aktif, untuk itu semakin banyak peluang untuk memproduksi dan memasarkan arang aktif.
Permintaan yang sangat besar, baik domestik maupun internasional, maka tingkat persaingan dalam memproduksi arang aktif juga semakin membaik. Kompetisi pasar saat ini telah didukung dengan dikeluarkannya Standard Industri Indonesia (SII) yang mencakup persyaratan-persyaratan minimum yang harus dipenuhi untuk menjaga kualitas produk arang aktif. Produksi arang aktif di Indonesia masih banyak dijumpai industri arang aktif secara tradisional, proses sangat sederhana atau disebut proses bergantian (batch process) dalam scale produces yang sangat kecil Dan rendahnya kualitas, disebabkan oleh investasi Dan teknologi proses yang terbatas, namun pasar masih tetap menyerap produk tersebut. Bahan baku (raw materials) untuk memproduksi arang aktif di Indonesia tersedia sangat melimpah dan dapat diperbaharui (renewable), berupa limbah serbuk gergaji, limbah potongan-potongan kayu, limbah industri CPO kelapa sawit, tempurung kelapa, tanaman kayu hutan, aspal muda (bitumen) dan lain-lain.



Karbon aktif adalah salah produk yang bernilai ekonomis tinggi . Pembuatan karbon aktif belum banyak dilakukan padahal potensi bahan baku yang banyak dinegara kita.  Tempurung kelapa sebagai bahan baku karbon aktif sangat besar, terlebih potensi pasar yang cukup menjanjikan. Karbon aktif adalah nama dagang untuk arang yang mempunyai porositas tinggi, dibuat dari bahan baku yang mengandung zat arang. Memiliki permukaan dalam besar mencapai 400-1600 m2/g karbon aktif dan memiliki volume pori-pori besar lebih dari 30 cm3/100 g. Pada dasarnya karbon aktif dapat dibuat dari semua bahan yang mengandung karbon. Pemilihan tempurung kelapa sebagai bahan baku karbon aktif atas dasar kualitas yang dihasilkan lebih baik dari bahan lain. Proses Pembuatan Karbon Aktif dari bahan baku tempurung kelapa terbagi menjadi dua tahapan utama yaitu: Proses pembuatan arang dari tempurung Kelapa (karbonisasi) dan Proses pembuatan karbon aktif dari arang (aktivasi).
Dalam tahap karbonisasi, tempurung kelapa dipanaskan tanpa udara dan tanpa penambahan zat kimia. Tujuan karbonisasi adalah untuk menghilangkan zat terbang. Proses karbonisasi dilakukan pada temperature 400-600 0C. Hasil karbonisasi adalah arang yang mempunyai kapasitas penyerapan rendah. Untuk mendapat karbon aktif dengan penyerapan yang tinggi maka harus dilakukan aktivasi terhadap arang hasil karbonisasi. Proses aktivasi dilakukan dengan tujuan membuka dan menambah pori-pori pada karbon aktif. Bertambahnya jumlah pori-pori pada karbon aktif akan meningkatkan luas permukaan karbon aktif yang mengakibatkan kapasitas penyerapannya menjadi bertambah besar. Proses aktivasi dapat dilakukan dengan dua metode yaitu teknik aktivasi fisik dan teknik aktivasi kimia. Proses aktivasi fisik dilakukan dengan cara mengalirkan gas pengaktif melewati tumpukan arang tempurung kelapa hasil karbonisasi yang berada dalam suatu tungku. Aktivasi kimia dilakukan dengan menambahkan bahan baku dengan zat kimia tertentu pada saat karbonisasi. Ada tiga jenis karbon aktif yang terbuat dari tempurung kelapa yang banyak dipasaran yaitu:

a.       Bentuk serbuk. Karbon aktif berbentuk serbuk dengan ukuran lebih kecil dari 0,18 mm (80#). Terutama digunakan dalam aplikasi fasa cair dan gas. Digunakan pada industry pengolahan air minum, industry farmasi, terutama untuk pemurnian monosodium glutamate, bahan tambahan makanan, penghilang warna asam furan, pengolahn pemurnian jus buah, penghalus gula, pemurnian asam sitrtat, asam tartarikk, pemurnian glukosa dan pengolahan zat pewarna kadar tinggi.
b.      Bentuk Granular. Karbon aktif bentuk granular/tidak beraturan dengan ukuran 0,2 -5 mm. Jenis ini umumnya digunakan dalam aplikasi fasa cair dan gas. Beberapa aplikasi dari jenis ini digunakan untuk: pemurnian emas, pengolahan air, air limbah dan air tanah, pemurni pelarut dan penghilang bau busuk.
c.       Bentuk Pellet. Karbon aktif berbentuk pellet dengan diameter 0,8-5 mm. Kegunaaan utamanya adalah untuk aplikasi fasa gas karena mempunyai tekanan rendah, kekuatan mekanik tinggi dan kadar abu rendah.Digunakan untuk pemurnian udara, control emisi, tromol otomotif, penghilangbau kotoran dan pengontrol emisi pada gas buang.

Pembuatan activated karbon (nano porus) sama dengan membuat bioarang perbedaanya adalah bahan yang dimasukkan ke dalam drum bukan dedaunan, ranting pohon atau tempurung kelapa yang dimasukkan adalah sabuk kelapa (coconut husk) yang mana setelah dimasak kemudian menajdi seperti serbuk arang kemudian dimasukkan ke dalam kain yang memiliki lubang-lubang penyarigan, dimasukkan ke dalam air kotor, maka activated carbon akan berfungsi menyerap kototran dalam air sehingga air menjadi lebih bersih, apabila penyaringan terus dilakukan makan air tersebut dapat di minum sebagai kebutuhan sehari-hari.



2.      Kompos
Kompos adalah hasil penguraian parsial/tidak lengkap dari campuran bahan-bahan organik yang dapat dipercepat secara artifisial oleh populasi berbagai macam mikroba dalam kondisi lingkungan yang hangat, lembap, dan aerobik atau anaerobik (Modifikasi dari J.H. Crawford, 2003). Sedangkan pengomposan adalah proses dimana bahan organik mengalami penguraian secara biologis, khususnya oleh mikroba-mikroba yang memanfaatkan bahan organik sebagai sumber energi. Membuat kompos adalah mengatur dan mengontrol proses alami tersebut agar kompos dapat terbentuk lebih cepat. Proses ini meliputi membuat campuran bahan yang seimbang, pemberian air yang cukup, pengaturan aerasi, dan penambahan aktivator pengomposan.
Sampah terdiri dari dua bagian, yaitu bagian organik dan anorganik. Rata-rata persentase bahan organik sampah mencapai ±80%, sehingga pengomposan merupakan alternatif penanganan yang sesuai. Kompos sangat berpotensi untuk dikembangkan mengingat semakin tingginya jumlah sampah organik yang dibuang ke tempat pembuangan akhir dan menyebabkan terjadinya polusi bau dan lepasnya gas metana ke udara. DKI Jakarta menghasilkan 6000 ton sampah setiap harinya, di mana sekitar 65%-nya adalah sampah organik. Dan dari jumlah tersebut, 1400 ton dihasilkan oleh seluruh pasar yang ada di Jakarta, di mana 95%-nya adalah sampah organik. Melihat besarnya sampah organik yang dihasilkan oleh masyarakat, terlihat potensi untuk mengolah sampah organik menjadi pupuk organik demi kelestarian lingkungan dan kesejahteraan masyarakat (Rohendi, 2005).
Secara alami bahan-bahan organik akan mengalami penguraian di alam dengan bantuan mikroba maupun biota tanah lainnya. Namun proses pengomposan yang terjadi secara alami berlangsung lama dan lambat. Untuk mempercepat proses pengomposan ini telah banyak dikembangkan teknologi-teknologi pengomposan. Baik pengomposan dengan teknologi sederhana, sedang, maupun teknologi tinggi. Pada prinsipnya pengembangan teknologi pengomposan didasarkan pada proses penguraian bahan organik yang terjadi secara alami. Proses penguraian dioptimalkan sedemikian rupa sehingga pengomposan dapat berjalan dengan lebih cepat dan efisien. Teknologi pengomposan saat ini menjadi sangat penting artinya terutama untuk mengatasi permasalahan limbah organik, seperti untuk mengatasi masalah sampah di kota-kota besar, limbah organik industri, serta limbah pertanian dan perkebunan.
Teknologi pengomposan sampah sangat beragam, baik secara aerobik maupun anaerobik, dengan atau tanpa aktivator pengomposan. Aktivator pengomposan yang sudah banyak beredar antara lain: PROMI (Promoting Microbes), OrgaDec, SuperDec, ActiComp, BioPos, EM4, Green Phoskko Organic Decomposer dan SUPERFARM (Effective Microorganism)atau menggunakan cacing guna mendapatkan kompos (vermicompost). Setiap aktivator memiliki keunggulan sendiri-sendiri.
Pengomposan secara aerobik paling banyak digunakan, karena mudah dan murah untuk dilakukan, serta tidak membutuhkan kontrol proses yang terlalu sulit. Dekomposisi bahan dilakukan oleh mikroorganisme di dalam bahan itu sendiri dengan bantuan udara. Sedangkan pengomposan secara anaerobik memanfaatkan mikroorganisme yang tidak membutuhkan udara dalam mendegradasi bahan organik.
Hasil akhir dari pengomposan ini merupakan bahan yang sangat dibutuhkan untuk kepentingan tanah-tanah pertanian di Indonesia, sebagai upaya untuk memperbaiki sifat kimia, fisika dan biologi tanah, sehingga produksi tanaman menjadi lebih tinggi. Kompos yang dihasilkan dari pengomposan sampah dapat digunakan untuk menguatkan struktur lahan kritis, menggemburkan kembali tanah pertanian, menggemburkan kembali tanah petamanan, sebagai bahan penutup sampah di TPA, eklamasi pantai pasca penambangan, dan sebagai media tanaman, serta mengurangi penggunaan pupuk kimia. Bahan baku pengomposan adalah semua material yang mengandung karbon dan nitrogen, seperti kotoran hewan, sampah hijauan, sampah kota, lumpur cair dan limbah industri pertanian. Berikut disajikan bahan-bahan yang umum dijadikan bahan baku pengomposan. Jenis-jenis kompos yaitu:
a.    Kompos cacing (vermicompost), yaitu kompos yang terbuat dari bahan organik yang dicerna oleh cacing. Yang menjadi pupuk adalah kotoran cacing tersebut.
b.    Kompos bagase, yaitu pupuk yang terbuat dari ampas tebu sisa penggilingan tebu di pabrik gula.
c.    Kompos bokashi
Kompos memperbaiki struktur tanah dengan meningkatkan kandungan bahan organik tanah dan akan meningkatkan kemampuan tanah untuk mempertahankan kandungan air tanah. Aktivitas mikroba tanah yang bermanfaat bagi tanaman akan meningkat dengan penambahan kompos. Aktivitas mikroba ini membantu tanaman untuk menyerap unsur hara dari tanah. Aktivitas mikroba tanah juga d iketahui dapat membantu tanaman menghadapi serangan penyakit.
Tanaman yang dipupuk dengan kompos juga cenderung lebih baik kualitasnya daripada tanaman yang dipupuk dengan pupuk kimia, seperti menjadikan hasil panen lebih tahan disimpan, lebih berat, lebih segar, dan lebih enak. Kompos memiliki banyak manfaat yang ditinjau dari beberapa aspek: Aspek Ekonomi : Menghemat biaya untuk transportasi dan penimbunan limbah, Mengurangi volume/ukuran limbah dan Memiliki nilai jual yang lebih tinggi dari pada bahan asalnya
Aspek Lingkungan yaitu Mengurangi polusi udara karena pembakaran limbah dan pelepasan gas metana dari sampah organik yang membusuk akibat bakteri metanogen di tempat pembuangan sampah, Mengurangi kebutuhan lahan untuk penimbunan. Aspek bagi tanah/tanaman: Meningkatkan kesuburan tanah, Memperbaiki struktur dan karakteristik tanah, Meningkatkan kapasitas penyerapan air oleh tanah, Meningkatkan aktivitas mikroba tanah, Meningkatkan kualitas hasil panen (rasa, nilai gizi, dan jumlah panen), Menyediakan hormon dan vitamin bagi tanaman, Menekan pertumbuhan/serangan penyakit tanaman dan Meningkatkan retensi/ketersediaan hara di dalam tanah.
Peran bahan organik terhadap sifat fisik tanah di antaranya merangsang granulasi, memperbaiki aerasi tanah, dan meningkatkan kemampuan menahan air. Peran bahan organik terhadap sifat biologis tanah adalah meningkatkan aktivitas mikroorganisme yang berperan pada fiksasi nitrogen dan transfer hara tertentu seperti N, P, dan S. Peran bahan organik terhadap sifat kimia tanah adalah meningkatkan kapasitas tukar kation sehingga memengaruhi serapan hara oleh tanaman (Gaur, 1980).
Beberapa studi telah dilakukan terkait manfaat kompos bagi tanah dan pertumbuhan tanaman. Penelitian Abdurohim, 2008, menunjukkan bahwa kompos memberikan peningkatan kadar Kalium pada tanah lebih tinggi dari pada kalium yang disediakan pupuk NPK, namun kadar fosfor tidak menunjukkan perbedaan yang nyata dengan NPK. Hal ini menyebabkan pertumbuhan tanaman yang ditelitinya ketika itu, caisin (Brassica oleracea), menjadi lebih baik dibandingkan dengan NPK.
Hasil penelitian Handayani, 2009, berdasarkan hasil uji Duncan, pupuk cacing (vermicompost) memberikan hasil pertumbuhan yang terbaik pada pertumbuhan bibit Salam (Eugenia polyantha Wight) pada media tanam subsoil. Indikatornya terdapat pada diameter batang, dan sebagainya. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa penambahan pupuk anorganik tidak memberikan efek apapun pada pertumbuhan bibit, mengingat media tanam subsoil merupakan media tanam dengan pH yang rendah sehingga penyerapan hara tidak optimal. Pemberian kompos akan menambah bahan organik tanah sehingga meningkatkan kapasitas tukar kation tanah dan memengaruhi serapan hara oleh tanah, walau tanah dalam keadaan masam.
Dalam sebuah artikel yang diterbitkan Departemen Agronomi dan Hortikultura, Institut Pertanian Bogor menyebutkan bahwa kompos bagase (kompos yang dibuat dari ampas tebu) yang diaplikasikan pada tanaman tebu (Saccharum officinarum L) meningkatkan penyerapan nitrogen secara signifikan setelah tiga bulan pengaplikasian dibandingkan degan yang tanpa kompos, namun tidak ada peningkatan yang berarti terhadap penyerapan fosfor, kalium, dan sulfur. Penggunaan kompos bagase dengan pupuk anorganik secara bersamaan tidak meningkatkan laju pertumbuhan, tinggi, dan diameter dari batang, namun diperkirakan dapat meningkatkan rendemen gula dalam tebu.
Dasar-dasar Pengomposan Bahan-bahan yang Dapat Dikomposkan. Pada dasarnya semua bahan-bahan organik padat dapat dikomposkan, misalnya: limbah organik rumah tangga, sampah-sampah organik pasar/kota, kertas, kotoran/limbah peternakan, limbah-limbah pertanian, limbah-limbah agroindustri, limbah pabrik kertas, limbah pabrik gula, limbah pabrik kelapa sawit, dll. Bahan organik yang sulit untuk dikomposkan antara lain: tulang, tanduk, dan rambut. Bahan yang paling baik menurut ukuran waktu, untuk dibuat menjadi kompos dinilai dari rasio karbon dan nitrogen di dalam bahan / material organik seperti limbah pertanian: ampas tebu dan kotoran ternak serta tersebut di atas. Bahan organik yang telah disusun oleh Sinaga dkk. (2010) dari berbagai campuran dengan nilai rasio C/N = 35,68 dan kondisi kandungan airnya 50,37%, waktu dekomposisi diperoleh terpendek 28 hari dibanding lainnya.
Proses pengomposan akan segera berlansung setelah bahan-bahan mentah dicampur. Proses pengomposan secara sederhana dapat dibagi menjadi dua tahap, yaitu tahap aktif dan tahap pematangan. Selama tahap-tahap awal proses, oksigen dan senyawa-senyawa yang mudah terdegradasi akan segera dimanfaatkan oleh mikroba mesofilik. Suhu tumpukan kompos akan meningkat dengan cepat. Demikian pula akan diikuti dengan peningkatan pH kompos. Suhu akan meningkat hingga di atas 50o - 70o C. Suhu akan tetap tinggi selama waktu tertentu. Mikroba yang aktif pada kondisi ini adalah mikroba Termofilik, yaitu mikroba yang aktif pada suhu tinggi. Pada saat ini terjadi dekomposisi/penguraian bahan organik yang sangat aktif. Mikroba-mikroba di dalam kompos dengan menggunakan oksigen akan menguraikan bahan organik menjadi CO2, uap air dan panas. Setelah sebagian besar bahan telah terurai, maka suhu akan berangsur-angsur mengalami penurunan. Pada saat ini terjadi pematangan kompos tingkat lanjut, yaitu pembentukan komplek liat humus. Selama proses pengomposan akan terjadi penyusutan volume maupun biomassa bahan. Pengurangan ini dapat mencapai 30 – 40% dari volume/bobot awal bahan.


Skema Proses Pengomposan Aerobik.Proses pengomposan dapat terjadi secara aerobik (menggunakan oksigen) atau anaerobik (tidak ada oksigen). Proses yang dijelaskan sebelumnya adalah proses aerobik, dimana mikroba menggunakan oksigen dalam proses dekomposisi bahan organik. Proses dekomposisi dapat juga terjadi tanpa menggunakan oksigen yang disebut proses anaerobik. Namun, proses ini tidak diinginkan, karena selama proses pengomposan akan dihasilkan bau yang tidak sedap. Proses anaerobik akan menghasilkan senyawa-senyawa yang berbau tidak sedap, seperti: asam-asam organik (asam asetat, asam butirat, asam valerat, puttrecine), amonia, dan H2S.
Faktor yang memengaruhi proses Pengomposan. Setiap organisme pendegradasi bahan organik membutuhkan kondisi lingkungan dan bahan yang berbeda-beda. Apabila kondisinya sesuai, maka dekomposer tersebut akan bekerja giat untuk mendekomposisi limbah padat organik. Apabila kondisinya kurang sesuai atau tidak sesuai, maka organisme tersebut akan dorman, pindah ke tempat lain, atau bahkan mati. Menciptakan kondisi yang optimum untuk proses pengomposan sangat menentukan keberhasilan proses pengomposan itu sendiri.
Strategi Mempercepat Proses Pengomposan Pengomposan dapat dipercepat dengan beberapa strategi. Secara umum strategi untuk mempercepat proses pengomposan dapat dikelompokan menjadi tiga, yaitu: Menanipulasi kondisi/faktor-faktor yang berpengaruh pada proses pengomposan, Menambahkan Organisme yang dapat mempercepat proses pengomposan: mikroba pendegradasi bahan organik dan vermikompos (cacing) dan Menggabungkan strategi pertama dan kedua.
Hal sederhana yang dilakukan dalam pengomposan adalah membuat tempat sampah yang berjaring-jaring, sampahnya harus organik yaitu sampah dari pepohonan dan rerumputan, sampah yang dikumpul kemudian setiap hari di siram agar semakin cepat untuk larut atau ditambah mikroba juga boleh untuk mempercepat peleburan dedaunan dengan tanah. Kompos ini sederhana dan murah dilakukan serta manfaatnya bagi lingkungan alam sangat baik terutama untuk penyuburan tanah perkebunan.



BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

A.      Pendekatan Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif deskriptif. Metode deskriptif adalah metode yang menggambarkan gejala-gejala yang ada pada saat penelitian. Penelitian kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang atau pelaku yang dapat diamati.[1]
Menurut Lexy J Moleong bahwa penelitian kualitatif deskriptif yaitu peneliti mencari dan menggunakan data-data yang bersifat deskriptif yaitu berupa kata-kata atau ungkapan, pendapat-pendapat dari informan penelitian baik lisan atau tulisan.[2] Menurut Arief Furchan bahwa penelitian deskriptif adalah penelitian yang dirancang untuk memperoleh informasi tentang status gejala saat penelitian dilakukan. Penelitian ini diharapkan dan diarahkan untuk menerapkan sifat suatu situasi pada waktu penyelidikan dilakukan. Dalam penelitian deskriptif tidak ada perlakuan yang dilakukan atau diberikan atau dikendalikan seperti yang dapat ditemui dalam penelitian eksperimen.[3]
Ciri-ciri yang telah diungkapkan di atas peneliti memilih metode kualitatif untuk melakukan penelitian terhadap masalah yang dirumuskan dalam penelitian ini. Selain itu ciri penelitian kualitatif adalah lebih menekankan makna dari pada hasil suatu aktifitas, karena dalam melakukan penelitian ini bukan sebagai orang ahli tetapi orang yang belajar mengenal sesuatu dari subjek penelitian.

B.       Situasi Sosial dan Subjek Penelitian
Situasi sosial yaitu keadaan yang terjadi sesuai aspek yang diteliti sebagai TINDAK LANJUT COMMUNITY ENGAGEMENT WASTE MANAGEMENT DENGAN ACTIVATED CARBON (NANO PORUS MATERIALS), BIOARANG DAN KOMPOS (Pengelolaan Sampah Menjaga Lingkungan dan Bernilai Jual Ekonomis dengan Bioarang, Activated Carbon dan Kompos Pondok Pesantren Al-Qur’an Salafiyah Daerah Masyrakat Kebun IX Kecamatan Sungai Gelam Muara Jambi Kota Jambi).

C.      Jenis dan Sumber Data
Data dan sumber data merupakan faktor penentu keberhasilan suatu penelitian. Tidak dapat dikatakan suatu penelitian bersifat ilmiah, bila tidak ada data dan sumber data yang dapat dipercaya. Menurut Mc. Leod sebagaimana yang dikutip oleh Husein Umar, pengertian data dari sudut ilmu sistem informasi sebagai fakta-fakta maupun angka-angka yang secara relatif tidak berarti bagi pemakai tetapi data yang sudah diolah menjadi informasi maka data tersebut memiliki arti bagi pemakai.[4]
Sumber data primer adalah data yang diperoleh langsung dari subjek penelitian dengan menggunkan alat pengukuran atau alat pengambilan data langsung pada subjek sebagai sumber informasi yang dicari.[5] Data primer adalah data yang langsung dikumpulkan oleh peneliti (atau petugas-petugasnya) dari sumber pertamanya.[6]
Lofland dalam Moleong, mengemukakan bahwa “sumber data utama dalam penelitian kualitatif adalah kata-kata dan tindakan, selebihnya adalah tambahan seperti dokumen dan lain-lain”.[7] Data primer bersumber dari Pimpinan, Guru dan Santri di Pondok Pesantren Al-Qur’an Salafiyah Daerah Masyrakat Kebun IX Kecamatan Sungai Gelam Muara Jambi Kota Jambi). Sedangkan data sekunder dapat diperoleh dari hasil dokumentasi.


D.      Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data tidak lain dari suatu proses pengadaan data primer untuk keperluan penelitian. Pengumpulan data merupakan langkah yang amat penting dalam metode ilmiah, karena pada umumnya data yang dikumpulkan digunakan, kecuali pada penelitian eksploratif, untuk menguji hipotesis yang telah dirumuskan.
Pengumpulan data adalah prosedur yang sistematis dan standar untuk memperoleh data yang diperlukan. Selalu ada hubungan antara metode pengumpulan data dengan masalah penelitian yang ingin dipecahkan. Metode pengumpulan data dapat dibagi menjadi beberapa kelompok yaitu metode pengamatan langsung, metode dengan menggunakan pertanyaan dan metode khusus dalam penelitian ini peneliti menggunakan metode pengamatan langsung dan metode dengan menggunakan pertanyaan.[1] Adapun instrumen yang digunakan untuk memperoleh data dalam penelitian ini adalah:

1.      Observasi
Observasi merupakan pengamatan yang dilakukan secara sengaja, sistematis mengenai fenomena sosial dengan gejala-gejala psikis untuk kemudian dilakukan pencatatan.[2] Observasi atau pengamatan adalah kegiatan keseharian manusia dengan menggunakan pancaindera mata sebagai alat bantu utamanya selain panca indera lainnya seperti telinga, penciuman, mulut dan kulit. Karena itu observasi adalah kemampuan seseorang untuk menggunakan pengamatannya melalui hasil kerja pancaindera mata serta dibantu denga pancaindera lainnya atau metode observasi merupakan metode pengumpulan data yang digunakan untuk menghimpun data penelitian melalui pengamatan dan penginderaan.[3]

2.      Interview atau wawancara
Interview atau wawancara merupakan metode pengumpulan data yang menghendaki komunikasi langsung antara penyelidik dengan informan.[4] Pada penelitian ini peneliti menggunakan petunjuk umum wawancara yaitu jenis wawancara ini mengharuskan pewawancara membuat kerangka dan garis besar pokok-pokok pertanyaan dalam wawancara, tetapi tidak harus dipertanyakan secara berurutan. Petunjuk wawancara hanyalah berisi petunjuk secara garis besar tentang proses dan isi wawancara untuk menjaga agar pokok-pokok yang direncanakan dapat tercakup seluruhnya. Pelaksanaan wawancara dan pengurutan pertanyaan disesuaikan denga keadaan responden dalam konteks wawancara yang sebenarnya.[5]

3.      Dokumentasi
Metode dokumentasi yaitu mencari data dan mengumpulkan data mengenai hal-hal yang berupa catatan, transkip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, agenda dan sebagainya.[6] Guba dan Lincoln dalam Basrowi dan Suwandi menjelaskan bahwa dokumentasi yaitu setiap bahan tertulis ataupun film, lain dari record yang tidak dipersiapkan karena adanya permintaan penyidik. Metode dokumentasi juga merupakan cara pengumpulan data yang menghasilkan catatan-catatan yang penting yang berhubungan dengan masalah yang diteliti sehingga dapat diperoleh data yang lengkap dengan adanya form dokumentasi atau form pencatatan dokumen.[7]

E.       Teknik Analisis Data
Menganaisis data dengan menggunakan reduksi, penampilan data dan penarikan kesimpulan terhadap data yang diperoleh, pemahaman tentang analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan bahan-bahan lain, sehingga dapat mudah dipahami dan temuannya dapat diinformasikan kepada orang lain.[8]
Penelitian ini dilakukan dalam bentuk analisis kualitatif deskriptif, sebab penelitian ini bersifat non hipotesis yang tidak memerlukan rumus statistik. Bila ditinjau dari proses sifat dan analisis datanya maka dapat digolongkan kepada research deskriptif yang bersifat explorative yaitu penelitian deskriptif yang sifatnya mengembangkan lewat analisis secara tajam. Langkah-langkah yang dilaksanakan sebagai berikut:
a.       Menelaah seluruh data yang dikumpulkan dari sumber data.
Langkah yang pertama dilaksanakan dengan cara pencarian data yang diperlukan terhadap berbagai jenis data dan bentuk data yang ada di lapangan, kemudian melaksanakan pencatatan di lapangan.[9]
b.      Data Reduction (reduksi data).
Apabila data sudah terkumpul langkah selanjutnya adalah mereduksi data. Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya serta membuang yang tidak perlu.
c.    Data Display (Penyajian data).
Setelah data direduksi, maka langkah selanjutnya adalah penyajian data.Penyajian dalam penelitian ini peneliti paparkan dengan teks yang bersifat deskriptif atau penjelasan.
d.    Conclusion Drawing/Verification
Langkah ke empat dalam analisis data adalah penarikan kesimpulan dan verifikasi. Dalam penelitian ini kesimpulan awal yang dikemukakan masih bersifat sementara, dan akan berubah bila tidak ditemukan bukti-bukti yang kuat yang mendukung pada tahap pengumpulan data berikutnya. Tetapi apabila kesimpulan yang dikemukakan pada tahap awal, didukung oleh bukti-bukti yang valid dan konsisten saat peneliti kembali ke lapangan mengumpulkan data, maka kesimpulan yang dikemukakan merupakan kesimpulan yang kredibel.[10]

F.      Uji Keterpercayaan Data (trushworthines)
Triangulasi terhadap sumber data berarti membandingkan dan mengecek kembali derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda dalam metode kualitatif. Triangulasi dengan metode menurut Platton terdapat dua strategi yaitu, pengecekan derajat kepercayaan penemuan hasil penelitian beberapa teknik pengumpulan data dan pengecekan derajat kepercayaan beberapa sumber data dengan metode yang sama.
Triangulasi dengan penyidik ialah dengan jalan memanfaatkan peneliti atau pengamat lainnya untuk keperluan pengecekan kembali derajat kepercayaan data. Sedangkan Triangulasi dengan teori menurut Lincoln dan Guba yaitu berdasarkan anggapan bahwa fakta tertentu tidak dapat diperiksa derajat kepercayaannya dengan satu atau lebih teori.[11]


BAB IV
HASIL KEGIATAN PENGABDIAN MASYARAKAT BERBASIS PONDOK PESANTREN

A.    LATAR BELAKANG

Hasil Penelitian yang sudah dilakukan, dijelaskan oleh Dr. Vipin Kumar Saini tentang Nanoporus Materials. Membuat Activated Carbon (Nanoporus) dengan sabuk-sabuk kelapa tanpa harus membeli di Toko dengan harga mahal yang fungsinya untuk menyerap bakteri kotoran dalam air. Selain activated carbon, drum bekas sebagai alat pemasak bisa juga memasak kotoran dari pepohonan seperti ranting pohon, tempurung dapat juga digunakan untuk bioarang. Kotoran pepohonan seperti dedaunan, rerumputan yang dikumpul kemudian disiram setiap hari dengan air bisa menjakdi pupuk kompos sederhana dan murah.
Hasil penelitian Dr. Vipin Kumar Saini[12] menarik perhatian peneliti dan sesuai dengan apa yang dibutuhkan oleh Pondok Pesantren Al-Quran As-Salafiyah Desa Kebon IX Kec. Sungai Gelam Muara Jambi. Potensi yang dimiliki salah satunya adalah Pondok Pesantren Al-Quran As-Salafiyah memiliki Kebun sayur-sayuran, pepohonan untuk kayu bakar rerumputan dan sabuk kelapa sehingga bisa untuk pembuatan activated carbon dan bioarang, bahannya sudah tersedia sehingga bisa langsung dikelola, karena selama ini sampah organik dari sayur-sayuran, pepohonan dan rerumputan kurang dimanfaatkan sebagai hal yang lebih bermanfaat, apalagi Pondok Pesantren Al-Quran As-Salafiyah selain menyelenggarakan pendidikan di tingkat RA, SDIT dan SMPIT juga memiliki lembaga kesejahteraan sosial anak (LKSA) lembaga panti sosial anak bisa diberdayakan dan dikembangkan potensinnya untuk pembuatan bioarang, kompos dan penyulingan air sederhana.
Sampah[13] adalah bahan yang tidak mempunyai nilai atau tidak berharga untuk maksud biasa atau utama dalam pembikinan atau pemakaian barang rusak atau bercacat dalam pembikinan manufktur atau materi berkelebihan atau ditolak atau buangan. Dalam Undang-Undang No.81 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Sampah dinyatakan definisi sampah sebagai sisa kegiatan sehari-hari manusia dan/atau dari proses alam yang berbentuk padat.[14]
Sampah pada dasarnya merupakan suatu bahan yang terbuang atau di buang dari suatu sumber hasil aktivitas manusia maupun proses-proses alam yang tidak mempunyai nilai ekonomi, bahkan dapat mempunyai nilai ekonomi yang negatif karena dalam penanganannya baik untuk membuang atau membersihkannya memerlukan biaya yang cukup besar.
Sampah[15] adalah sesuatu yang tidak berguna lagi, dibuang oleh pemiliknya atau pemakai semula. Pemerintah bertanggung jawab dalam pengumpulan ulang dan penbuangan sampah dari pemukiman secara memadai. Namun karena terdapat hal lain yang harus diprioritaskan dalam pembangunan di daerah serta kurangnya dana penunjang untuk operasionalisasi pengelolaan persampahan, menjadikan pada beberapa daerah kegiatan pengelolaan sampah ini tidak seperti yang diharapkan.
Hal ini makin diperkuat dengan belum diterapkannya prinsip bahwa yang memproduksi barang harus mengelola sampah dari barang tesebut. Beberapa kondisi umum yang terjadi dalam pelaksanaan pengelolaan sampah perkotaan selama ini, di mana sampah rumah tangga oleh masyarakat dikumpulkan dan dibuang ke sebuah tempat pembuangan atau kontainer yang disediakan oleh pemerintah. Dari sini sampah diangkut oleh truk ke landfill yang umumnya kurang terkontrol, dimana para pemulung mencari barang-barang yang dapat didaur ulang. 
Pengelolaan Sampah[16] adalah kegiatan yang sistematis dan berkesinambungan yang meliputi pengurangan dan penanganan sampah. Sampah adalah suatu bahan yang terbuang atau dibuang dari sumber hasil aktivitas manusia maupun proses alam yang belum memiliki nilai ekonomis. Sementara itu Radyastuti menyatakan bahwa Sampah adalah sumberdaya yang tidak siap pakai.
Keberadaan sampah dalam jumlah yang banyak jika tidak dikelola secara baik dan benar, maka akan menimbulkan gangguan dan dampak terhadap lingkungan, baik dampak terhadap komponen fisik kimia (kualitas air dan udara), biologi, sosial ekonomi, budaya dan kesehatan lingkungan. Dampak operasional TPA terhadap lingkungan akan memicu terjadinya konflik sosial antar komponen masyarakat.Pada tahap pembuangan akhir/pengolahan, sampah akan mengalami pemrosesan baik secara fisik, kimia maupun biologis sedemikian hingga tuntas penyelesaian seluruh proses.
Dalam kenyataannya, pengelolaan pengolahan sampah dalam kehidupan sehari-hari tidak seperti yang kita bayangkan. Sampah banyak dijumpai dimana-mana tanpa adanya pengelolaan yang baik. Pengelolaan yang buruk mengakibatkan pencemaran baik pencemaran udara, air di dalam dan atas permukaan, tanah, serta munculnya berbagai macam penyakit yang mengancam kesehatan masyarakat. Sampah sering menjadi barang tidak berarti bagi manusia, sehingga menyebabkan sikap acuh tak acuh terhadap keberadaan sampah. Orang sering membuang sampah sembarangan, seolah-olah mereka tidak memiliki salah apapun. Padahal membuang sampah merupakan perbuatan tidak menunjukkan kepedulian terhadap lingkungan.
Seperti Produksi sampah di Jambi berasal dari berbagi sumber mencapai 200 sampai 300 ton perhari. Saat ini TPA Talang Gulo tak lagi mampu menampung sampah kiriman dari berbagai Kota Jambi ini. Pemerintah Kota Jambi diminta agar menambah TPA yang baru. Banyaknya jenis macam sampah di Kota Jambi yang berasal dari  bedengan, pabrik, industri dan juga sampah dari pedagang perumahan, warga masyarakat. Jumlahnya yang tidak sedikit membutuhkan tempat penampungan yang memadai. Lebih parahya lagi ada sebagian masyarakat yang membuang sampah  dengan seenaknya saja. Tanpa disadari itu akan menyebabkan masalah dan mendatangkan berbagi macam penyakit serta mencemari lingkungan.
Pondok Pesantren Al-Qur’an Salafiyah Kebon IX Muara Jambi  salah satu Ponpes  Berada di Daerah Perkebunan  dengan limpahan sampah organik (dedaunan, ranting dan kau pohon, sabuk-sabuk kelapa, sayur-sayuran) sehingga sangat perlu untuk dilakukan pendampingan dan pembinaan kepada Ponpes agar menjadi Pelopor dan Fasilitator bagi masyarakat sekitar untuk mengelola sampah organik menjadi bermanfaat atau bahkan bernilai ekonomis. Dengan judul Pengelolaan Sampah dengan activated carbon dan Bioarang di Pondok Pesantren Al-Qur’an AS-Salafiyah Kebon IX Muara Jambi.”

B.     KONDISI DAMPINGAN

1.      Pondok Pesantren Al-Qur’an As-Salafiyah Kebon IX Muara Jambi memiliki usaha Perkebunan sayur dekat dengan kebon karet warga dan banyak dijumpai sampah-sampah organik.
2.      Lokasi dekat dengan sumber air tetapi airnya masih berbau, masyarakat untuk air minum membeli Air Isi Ulang sehingga dari segi ekonomi kurang ekonomis dan apabila digunakan untuk mandi, mencuci piring dan baju masih meninggalkan bau sehingga harus menggunakan sabun yang cukup banyak (solusinya dengan penggunaan activated carboon)
3.      Masyarakat ekonomi menengah ke bawah (memasak dengan menggunakan kayu bakar dan ada juga menggunakan gas LPG 3 Kg tentu kurang ekonomis) bio arang alternatif energi sebagai solusi jawabannya.
4.      Pelaksanaan pendidikan di Pondok Pesantren Al-Qur’an As-Salafiyah Kebon IX Muara Jambi:


A.    KONDISI DAMPINGAN YANG DIHARAPKAN

  1. Pondok Pesantren Al-Qur’an As-Salafiyah Kebon IX Muara Jambi menjadi   Pengembangan Usaha Pembuatan Activated Carbon (Untuk mengurangi air berbau) dan Bioarang (Alternatif energi pengganti kayu bakar dan menghemat penggunaan LPG3 Kg).
  2. Menggerakan elemen Pondok Pesantren Al-Qur’an As-Salafiyah Kebon IX Muara Jambi sebagai pelopor dan fasilitator bagi manyarakat sekitar untuk mengembangkan wast management dengan pengelolaan sampah organik menjadi Activated Carbon  dan Bioarang.
  3. Regulasi yaitu memasukkan mata pelajaran wast management dengan pengelolaan sampah organik menjadi Activated Carbon dan Bioarang dalam kurikulum muatan lokan untuk para santri.


[1] Moh. Nazir, Metode Penelitian (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2011), hal. 175.
[2] Joko Subagyo, Metode Penelitian Dalam Teori dan Praktek (Jakarta: Rineka Cipta, 2011), hal. 63.
[3] Burhan Bungin, Penelitian Kualitatif Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik dan Ilmu Sosial Lainnya Edisi Kedua (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2011), hal. 118.
[4] Ibid., hal. 82.
[5] Basrowi dan Suwandi, Memahami Penelitian Kualitatif (Jakarta: Rineka Cipta, 2008), hal. 128.
[6] Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik (Jakarta: Rineka Cipta, 2013), hal 274.
[7] Op. Cit., Basrowi dan Suwandi, hal. 158-159.
[8] Sugiyono. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R& D (Bandung: Alfabeta, 2008), hal. 244.
[9] Op. Cit., Lexi J  Moleong, hal. 190.
[10] Op. Cit., Sugiyono, hal. 247-252.
[11]Op. Cit., Lexy J. Moleong, hal. 178.
[12] Hasil Penelitian oleh Dr. Vipin Kumar Saini tentang Nanoporus Materials 2015.
[13] Kementerian Lingkungan Hidup. 2005.
[14] Undang-Undang No.18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah.
[15] Tandjung 1982 dalam Suprihatin, 1999 Tentang Pengertian Sampah.
[16] Kementrian Lingkungan Hidup. 2007.



[1] Nurul Zuhriah, Metodologi Penelitian Sosial dan Pendidikan (Jakarta: Bumi Aksara, 2006), hal. 92.
[2] Lexi J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif (Bandung : Remaja Rosdakarya, 2014), hal. 3.
[3] Arief Furchan, Pengantar Penelitian dalam Pendidikan (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005), hal. 447.
[4] Husein Umar, Metode Penelitian untuk Skripsi dan Tesis Bisnis (Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2008), hal. 41.
[5] Saifuddin Azwar, Metode Penelitian (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2013), hal. 91.
[6] Sumadi Suryabrata, Metodologi Penelitian (Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2011), hal, 39.
[7] Ibid., hal. 112.